Apa manfaat blog ini untuk anda ?

Kamis, 16 September 2010

Peran Kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN

Banyak orang yang menganggap kurikulum berkaitan dengan bahan ajar atau buku-buku pelajaran yang harus dimiliki anak didik, sehingga perubahan kurikulum identik dengan perubahan buku pelajaran. Persoalan kurikulum bukan hanya persoalan buku ajar akan tetapi banyak persoalan lainnya termasuk persoalan arah dan tujuan pendidikan, persoalan materi pelajaran, serta persoalan-persoalan lainnya yang terkait dengan hal itu.
Istilah kurikulum digunakan pertama kali pada dunia olahraga pada zaman Adiartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Orang mengistilahkannya dengan tempat berpacu atau tempat berlari dari mulai start sampai finish.
Selanjutnya istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan. Para ahli pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda tentang kurikulum. Namun demikian, dalam penafsiran yang berbeda itu, ada juga kesamaannya. Kesamaan tersebut adalah, bahwa kurikulum berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun 50-an, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang diluar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah “ rencana pelajaran”. Pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran.
Dibawah ini dicantumkan sejumlah defenisi kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum.
1. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut. “ The Curriculum is the sum total of school’s efforts to influence learning, whether in the clasroom, on the playground, or out of school”. Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, dihalaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.
2. Harold B. Albertycs. dalam Reorganizing the High-School Curriculum (1965) memandang kurikulum sebagai “all of the activities that are provided for students by the school”. Seperti halnya dengan definisi Saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab sekolah. Definisi melihat manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar mata pelajaran tradisional.
3. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai “a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of disciplining children and youth in ground ways of thinking and acting”. Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
4. William B. Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut: “The tendency in recent decades has ben to use the term in a broader sense to refer to the whole life and program of the school. The term is used … to include all the experiences of children for which the school accepts responsibility. It denotes the results of effererorts on the part of the adults of the community, and the nation to bring to the children the finest, most whole some influences that exist in the culture.”
Ragan menggunakan kurikulum dalam arti yang luas, ynag meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak di bawah tanggung-jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial antara guru dan murid, metode mengajar, cara mengevaluasi termasuk kurikulum.
5. J. Lloyd Trump dan Delmas F.Miller dalam buku Secondary School Improvemant (1973) juga menganut definisi kurikulum yang luas . Menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal structural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Ketiga aspek pokok, program, manusia dan fasilitas sangat erat hubungannya, sehingga tak mungkin diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan ketiga-tiganya.
6. Alice Miel juga menganut pendirian yang luas mengenai kurikulum. Dalam bukunya Changing the Curriculum : a Social Process (1946) ia mengemukakan bahwa kurikulum juga meliputi keadaan gedung, suasana sekolah , keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan personalia (termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasidan orang lainnya yang ada hubungannya dengan murid-murid). Jadi kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak d sekolah. Definisi Miel tentang kurikulum sangat luas yang mencakup yang meliputi bukan hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita serta norma-norma, melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruh pegawai sekolah.
7. Hilda Taba mengemukakan, bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakatnya. Tiap kurikulum, bagaimanapun polanya, selalu mempunyai komponen-komponen tertentu, yakni pernyataan tentang tujuan dan sasaran, seleksi dan organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan belajar dan mengajar, dan akhirnya evaluasi hasil belajar. Perbedaan kurikulum terletak pada penekanan pada unsur-unsur tertentu.
8. Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriculum (1960) menunjukkan pendirian yang terbatas tapi realistis tentang kurikulum. Definisinya ialah “A Curriculum Consists of the means used to achieve or carry out given purposes of schooling”. Kurikulum dilihatnya sebagai cara-cara dan usaha.
9. Smith dan kawan-kawan memandang kurikulum sebagai rangkaian pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak, jadi dapat disebut potential curriculum. Namun apa yang benar-benar dapat diwujudkan pada anak secara individual. Misalnya bahan yang benar-benar diperolehnya, disebut actual curriculum.
Setelah kita kaji berbagai konsep kurikulum, maka dalam bahasan ini kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapain tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata. Dengan demikian pengembangan kurikulum meliputi penyusunan dokumen , iimplementasi dokmen serta evaluasi dokumen yang telah di susun.
Menurut SK Mendiknas no 232 / 4 / 2000 kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah / Perguruan tinggi.

BAB II
PEMBAHASAN

Peran Kurikulum
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu pembentukan manusia yang sesuai dengan falsafah hidup bangsa memegang peranan penting dalam suatu sistem pendidikan. Maka kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan harus mampu mengantarkan anak didik menjadi manusia yang bertaqwa, cerdas, terampil dan berbudi luhur, berilmu, bermoral, tidak hanya sebagai mata pelajaran yang harus diberikan kepada murid semata, melainkan sebagai aktivitas pendidikan yang direncanakan untuk dialami, diterima, dan dilakukan. Kurikulum sekolah merupakan instrumen strategis untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia baik jangka pendek maupun jangka panjang, kurikulum sekolah juga memiliki koherensi yang amat dekat dengan upaya pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan. Oleh karena itu perubahan dan pembaruan kurikulum harus mengikuti perkembangan, menyesuaikan kebutuhan masyarakat dan menghadapi tantangan yang akan datang serta menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup di masyarakat. Makna dapat hidup di masyarakat itu memiliki arti luas, menginternalisasi nilai atau hidup sesuai dengan norma-norma masyarakat, akan tetapi juga pendidikan harus berisi tentang pemberian pengalaman agar anak dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan bakat mereka. Dengan demikian, dalam sistem pendidikan kurikulum merupakan komponen yang sangat penting, sebab di dalamnya bukan hanya menyangkut tujuan dan arah pendidikan saja akan tetapi juga pengalaman belajar yang harus di miliki setiap siswa serta bagaimana mengorganisasi pengalaman itu sendiri. Sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan, paling tidak kurikulum memilki 3 peran, yaitu peran Konservatif, peranan Kreatif, serta peran kritis dan evaluatif (Hamalik, 1990).
1. Peranan Konservatif
Salah satu tugas dan tanggung jawab sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan adalah mewariskan nilai-nilai dan budaya masyarakat kepada generasi muda yakni siswa. Siswa perlu memahami dan menyadari norma-norma dan pandangan hidup masyarakat, sehingga ketika mereka kembali ke masyarakat, mereka dapat menjunjung tinggi dan berprilaku sesuai dengan norma-norma tersebut. Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu. Dikaitkan dengan era globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memungkinkan mudahnya pengaruh budaya asing menggerogoti budaya lokal, maka peran konservatif dalam kurikulum memiliki arti yang sangat penting. Melalui peran konservatif nya, kurikulum berperan dalam menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai luhur masyarakat, sehingga keajekan dan identitas masyarakat akan tetap terpelihara dengan baik.

2. Peran Kreatif
Sekolah memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan hal-hal baru sesuai dengan tuntunan zaman. Sebab, pada kenyataannya masyarakat tidak bersifat statis, akan tetapi dinamis yang selalu mengalami perubahan. Dalam rangka inilah kurikulum memilki peran kreatif. Kurikulum harus mampu menjawab setiap tantangan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang cepat berubah. Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan social masyrakat yang senantiasa bergerak maju secara dinamis. Kurikulum harus berperan kreatif sebab mana kala kurikulum tidak mengandung unsure-unsur baru maka pendidikan selamanya akan tertinggal, yang berarti apa yang diberikan disekolah pada akhirnya akan kurang bermakna, karena tidak relevan lagi dengan kebutuhan dan tuntutan sosial masyarakat.

3. Peran Kritis dan Evaluatif
Tidak setiap nilai dan budaya lama harus tetap dipertahankan, sebab kadang-kadang nilai dan budaya lama itu sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat ; demikian juga ada kalanya nilai dan budaya baru itu juga tidak sesuai dengan nilai-nilai lama yang masih relevan dengan keadaan dan tuntutan zaman. Dengan demikian, kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu di pertahankan, dan nilai atau budaya baru yang mana yang harus dimiliki anak didik. Dalam rangka ini lah peran kritis dan evaluatif kurikulum diperlukan. Kurikulum harus berperan dalam menyeleksi dan mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik.

Dalam proses pengembangan kurikulum ketiga peran harus berjalan secara seimbang sehingga tercipta keharmonian dengan demikian kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan untuk membantu peserta didik menuju kebudayaan yang akan datang sehingga mereka menjadi yang siap dan terampil dalam segala hal. Kurikulum yang terlalu menonjolkan peran konservatifnya cenderung akan membuat pendidikan ketinggalan oleh kemajuan zaman ; sebaliknya kurikulum yang terlalu menonjolkan peran kreatifnya dapat membuat hilangnya nilai-nilai budaya masyarakat.
Sesuai dengan peran yang harus “dimainkan” kurikulum sebagai alat dan pedoman pendidikan, maka isi kurikulum harus sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Sebab, tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan pada dasarnya mengkristal dalam pelaksanaan perannya itu sendiri.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
- Kurikulum adalah sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus di capai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata.
- Peran kurikulum dalam sistem pendidikan mencakup :
a. Peran Konservatif, karena mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada anak didik atau generasi muda.
b. Peran kritis dan evaluatif, selain mewariskan nilai-nilai kepada generasi muda juga sebagai alat untuk mengevaluasi kebudayaan yang ada.
c. Peran kreatif, melakukan kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan mendatang dalam masyrakat.
- Ketiga peran kurikulum harus berjalan secara seimbang dan harmonis supaya dapat menciptakan generasi yang siap dan terampil dalam segala hal.


DAFTAR PUSTAKA

Nasution, S. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Nasution, S. 2008. Asas-asas kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. : Kencana
http://endangkomarasblog.blogspot.com/2009/02/peran_kurikulum_tingkat_satuan.html
http://www.labschool_unj.sch.id/doc/P6_TK /kurikulum.pdt

1 komentar:

  1. mantrap yoo...

    kak

    back ground nya

    hehehe

    kak tentang Wirausaha dalam biologi ada ngak ya !!!!

    BalasHapus