BAB I
PENDAHULUAN
Sel hidup adalah suatu miniature industri kimiawi, dimana ribuan reaksi terjadi di dalam suatu ruangan mikroskopik. Gula diubah menjadi asam amino demkian juga sebaliknya, molekul-molekul kecil juga dirakit menjadi polimer yang bisa dihidrolis pada suatu waktu sesuai dengan perubahan kebutuhan sel. Pada tumbuhan banyak sel menghasilkan bahan kimiawi yang kemudian dikirimkan untuk digunakan pada bagian lain organisme itu. Sel sebagai suatu lembaga kimiawi tidak ada bandingannya dalam kerumitannya, efisiensinya, intregrasinya, dan responsivitasnya terhadap perubahan yang sedikit.
Reaksi kimia ini tersusun dalam jalur-jalur metabolisme yang bercabang sedemikian rumitnya untuk mengubah molekul-molekul melalui suatu rangkaian tahapan-tahapan reaksi. Oleh karena itu secara keseluruhan, metabolisme dikaitkan dengan pengaturan sumberdaya materi dan energi dari sel itu.
Istilah metabolisme berasal dari bahasa Yunani “ metabole” yang artinya “berubah”. Keseluruhan proses kimiawi suatu organism disebut metabolisme. Metabolisme adalah suatu sifat baru dari kehidupan yang muncul dari interaksi spesifik antara molekul-molekul di dalam lingkungan sel yang teratur dengan baik.
Konsep metabolisme yang akan dibahas dalam makalah ini difokuskan pada metabolisme Nitrogen perenduksian Nitrat menjadi ammonium dan perubahan ammonium menjadi senyawa organic yang terdapat pada tumbuhan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Metabolisme Nitrogen
Metabolism nitrogen merupakan segi lain keanekaragaman nutrisi pada prokariota.
Nitrogen adalah komponen penting bagi tumbuhan terdapat dalam banyak senyawa. Protein dan asam nukledit yang biasanya diserap dari tanah dalam bentuk sangat teroksidasi dan harus direduksi oleh proses yang bergantung pada energi sebelum bergabung menjadi protein dan senyawa lain dalam sel.
a.Daur Nitrogen
Sejumlah besar nitrogen terdapat di atmosfer (78% berdasarkan volume) namun sukar bagi organisme hidup untuk memperoleh atom nitrogen dari N2 dalam bentuk yang berguna. Sebagian besar nitrogen yang terdapat di dalam organisme hidup berasal dari penambatan (reduksi) oleh mikro organisme prokariot. Sebagian diantaranya terdapat di akar tumbuhan tertentu atau dari pupuk hasil penambatan secara industry. Sejumlah kecil nitrogen pindah dari atmosfer ke tanah sebagai NH4+ dan NO3- bersama air hujan dan diserap oleh akar. NH4+ ini berasala dari pembakaran industry, aktivitas gunung berapi dan kebakaran hutan sedangkan NO3- berasal dari oksidasi N2 oleh O2 atai ozon dengan bantuan kilat atau radiasi ultraviolet, sumber lain NO3- adalah samudera.
Penyerapan NO3- dan NH4+ oleh tumbuhan memungkinkan tumbuhan untuk membentuk berbagai senyawa nitrogen terutama protein. Pupuk, tumbuhan mati, mikroorganisme,
serta hewan merupakan sumber penting nitrogen yang dikembalikan ke tanah tapi sebagaian besar nitrogen tersebut tidak larut dan tidak segera tersedia bagi tumbuhan.
Pengubahan nitrogen organic menjadi NH4+ oleh bakteri dan fungi tanah disebut Amnofikasi yang dapat berlangsung oleh berbagai macam mikroorganisme pada suhu dingin dan pada berbagai nilai ph. Selanjutnya pada tanah yang hangat dan lembab dan ph sekitar netral NH4+ akan dioksidasi menjadi nitrit (NO2) dan NO3- dalam beberapa hari setelah pembentukkannya atau penambahannya sebagai pupuk disebut dengan Nitrifikasi yang berguna dalam menyediakan energi bagi kelangsungan hidup dan perkembangan mikroba tersebut.
Selain itu terdapat pula denitrifikasi yaitu suatu proses pembentukan N2, NO, N2O dan NO2 dari NO3- oleh bakteri aneorobik yang berlangsung di dalam tanah yang penetrasi O2- nya terbatas, tergenang, padat dan daerah dekat pemukiman tanah yang konsentrasi O2 nya rendah karena penggunaannya yang cepat dalam oksidasi bahan organik. Tumbuhan kehilangan sejumlah kecil nitrogen ke atmosfer sebagai NH3,N2O, NO2, dan NO terutama jika diberi pupuk nitrogen dengan baik.
b. Penambatan Nitrogen
Proses reduksi N2 menjadi NH4+ dinamakan penambatan nitrogen yang hanya dilakukan oleh mikroorganisme prokariot. Seperti bakteri tanah yang hidup bebas, sianobakteri yang hidup bebas dipermukaan tanah atau didalam air, yang bersimbiosis dengan fungi pada lumut kerak atau dengan paku ,lumut hati,dan lumut jantung, serta bakteri atau mikroba lain yang terasoisasi secara simbiosis dengan akar terutama tumbuhan polong-polongan.
Penambatan nitrogen di bintil akar terjadi secara langsung di dalam bakteroid. Tumbuhan inang menyediakan karbohidrat bagi bakteroid yang mengoksidasinya untuk memperoleh energi yang diangkut lewat floem kebintil akar.
Reaksi penambatan nitrogen :
N2+ 8 elektron + 16 Mg ATP +16 H2 o→2NH3 + H2 + 16Mg ATP + 16 Pi + 8H+
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan penambatan nitrogen antara lain :
ü .Faktor Lingkungan
Mencakup kelembaban yang cukup,Esuhu hangat, sinar matahari yang terang, konsentrasi CO2 yang tinggi.
ü Faktor Genetik
Mencakup proses pengenalan yang dikendalikan secara genetis antara spesies bakteri dan spesies atau varietasi tumbuhan kacangan dan kemampuan nitrogenase dari semua organisme untuk mereduksi H+ dan persaingan dengan N2 serta tahap pertumbuhan
Pada dasarnya jumlah terbesar yang ditambah oleh tumbuhan asli tahunan dan tumbuhan kacangan pada pertumbuhan adalah saat perkembangan reproduksi
2. REDUKSI NITRAT MENJADI AMMONIUM
Untuk tumbuhan yang tidak dapat memfiksasi N2 sumber nitrogen adalah NO3- dan NH4+. Sebagian besar tumbuhan menyerap nitrogen sebagai ion NO3- karena NH4+ mudah teroksidasi menjadi NO3 oleh bakteri nitrifikasi. Tetapi Coniferae dan rumput-rumputan menyerap sebagian besar nitrogen sebagai NH4+ karena nitrifikasi dihambat oleh rendahnya pH tanah dan oleh tannin serta senyawa fenolik.
Mula-mula akan dibicarakan asmilasi nitrat NO3- terdapat banyak dalam sebagian besar tanah dank arena NO3- harus diubah dahulu menjadi NH4+ dalam tumbuhan sebelum nitrogen masuk dalam asam amino dan senyawa lainnya.
A. Tempat Asmilasi Nitrat
Baik akar maupun pucuk memerlukan senyawa nitrogen organic, namun organ yang mereduksi NO3 dan mengubahnya menjadi senyawa organic masih belum jelas. Akar beberapa spesies tumbuhan dapat mensistensis semua nitrogen organic yang diperlukan dari NO3 sedang akar tumbuhan lain bergantung kepada pucuk untuk nitrogen organiknya.
Jumlah ralatif NO3; dan nitrogen organic dalam xylem bergantung pada kondisi lingkungan. Juga tumbuhan yang biasanya tidak mentranslokasikan banyak NO3- akan melakukannya jika diberi NO3- dalam jumlah berlebih dalam tanah atau jika akarnya dingin. Pada kondisi reduksi NO3- dalam akar tidak dapat memenuhi angkutan ke pucuk sehingga reduksi terjadi dalam batang dan daun terutama selama hari yang cerah.
B. Proses Reduksi Nitrat
Reduksi nitrat terjadi dalam dua reaksi yang berbeda yang dikatalisis oleh enzim yang berlainan yaitu :
1. Reaksi pertama dikatalisis oleh Nitrat reduktase (NR)
Enzim yang mengangkut dua electron dari NADH atau pada beberapa spesies NADPH, hasilnya berupa nitrit (NO2-) N4D+ (atau N4DP) dan H2O :
NO3- + NADH + H+ → NO2- + NAD+ + H2O
Reaksi ini terjadi dalam sitosol. NR adalah suatu enzim besar dan kompleks yang terdiri atas FAD satu sitokrom dan molibdenum yang semuanya akan tereduksi dan teroksidasi pada waktu elektron diangkut dari NADH ke atom nitrogen dalam NO3- aktivitas NR dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
1. Laju sintesis dan laju perombakan oleh enzim penghancur protein.
2. Penghambat dan penggiat dalam sel
3. Respon tumbuhan terhadap cahaya
2.Reaksi kedua dikatalis oleh nitrit reduktase
Reaksi kedua proses reduksi nitrat adalah pengubahan nitrit menjadi NH4+. Nitrit yang terbentuk dalam sitosol diangkut kedalam kloropas dalam daun atau ke dalam protoplasida dalam akar, tempat reduksi selanjutnya menjadi NH4+ berlangsung memerlukan enam electron yang berasal dari H2O oleh sistem angkutan electron non siklik kloropas. Selama perpindahan elektron itu cahaya menggerakan angkutan elektron dari H2O ke feredoksin (Fd), kemudian Fd yang tereduksi menyediakan enam electron yang digunakan untuk mereduksi NO2- menjadi NH4+. Pada tahap inilah penggunaan 2H+ selama proses keseluruhan reduksi NO2- menjadi NH4+ .Pada tahap inilah penggunaan 2H+ selama proses keseluruhan reduksi NO2- menjadi NH4+ terjadi :
3H20 + 6Fd (Fe3-) + cahaya → 1,5 O2 + 6H+ + 6Fd (Fe2+)
NO2 + 6Fd (Fe2+) + 8H+ → NH4+ + 6Fd (Fe3+) + 2H2O
N02 + 3H2O + 2H+ + cahaya → NH4+ + 1,5 O2 + 2H2O
Reaksi diatas menunjukan bahwa tiga molekul H2O diperlukan untuk menyediakan enam elektron yang digunakan dalam reduksi Fd (dua electron untuk setiap H2O dipecah oleh energi cahaya), walaupun dalam reaksi keseluruhan itu dihasilkan dua H2O.
Meskipun Fd tereduksi merupakan donor elektron yang biasa bagi nitrit reduktase daun zat pereduksi di akar tidak diketahui. Jika nitrit reduktase diteliti in vitro, enzin itu hanya dengan lemah menerima electron dari NADH2, NADPH2 atau FADH2. Feredoksin tereduksi akan menyediakan electron bagi nitrit reduktase akar yang diisolasi, tetapi tidak melakukan hal itu in vivo, karena baik proplastida maupun bagian-bagian lain dari sel-sel akar tidak mengandung ferodoksin dalam jumlah yang tereduksi. Meskipun masih belum pasti cara aka mereduksi NO2 menjadi NH4+ jelas bahwa karbohidrat dari daun diperlukan lagi pula secara tidak langsung terbukti bahwa NADPH yang berasal dari jalur pentose fosfat (PPP) dalam plastida merupakan zat pereduksi yang aktif.
Nitrat adalah ion yang aktif sehingga supaya efektif nitrit harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi nitrat.
3. Pengubahan Ammonium Menjadi Senyawa Organik
NH4+ yang diserap langsung dari tanah atau yang dihasilkan oleh penambatan N2 atau oleh reduksi NO3- tidak tertimbun di dalam tubuh tumbuhan. Ammonium itu sangat beracun, mungkin karena menghambat pembentukan ATP baik dalam kloropas maupun di dalam mitokondria Dengan bertindak sebagai “Uncoupler” (zat pelepas sambungan). Kecuali sedikit NH4+ hilang sebagai uap NH3 keatmosfir, semua NH4+ dengan cepat di ubah menjadi gugus almida dari glutamine. Perubahan ini dan reaksi-reaksinya akan membentuk asal glutomat, asam asportat dan asparagin seperti diuraikan dibawah ini :
Gambar perubahan ammonium menjadi senyawa organik yang penting.
(Salisbury dan ross 1995)
Ket : 1. Glutamin sintetase
2. Glutamat sintase
3. Asparagin sintetase
4. Transaminase
5. PEP Karboksilase
Glutamine dibentuk dengan penambahan satu gugus, NH2 dan NH4+ kegugus karboksil terjauh dari karbon alfa. Asam glutomat akibatnya terbentuk ikatan amida (reaksi I) dan glutamine merupakn salah satu amida tumbuhan yang terpenting, enzim yang diperlukan adalah glutamin sintetase. Reaksi ini digerakan oleh hidrolisa ATP menjadi ADP dan Pi. Pada reaksi ini membutuhkan asam glutomat sebagai rektan, harus terdapat mekanisme untuk menyediakannya yang dapat terpenuhi oleh reaksi 2 yang dikatalisis oleh glutomat sintase. Glutomat sintetase mengangkut gugus amida dari glutamine ke karbon karbonil asam alfa –ketoglutarat, sehingga terbentuk dua molekul asam glutomat. Proses ini membutuhkan pereduksi yang mampu menyumbangkan dua elektron yaitu ferodoksin (dua molekul) di dalam kloropas dan N4DH2 atau NADPH dalam proplastida sel non fotosintetik. Salah satu dari kedua glutomat yang terbentuk dalam reaksi 2 diperlukan untuk mempertahankan reaksi 1 tetapi glutomat yang kedua dapat berubah langsung menjadi protein, klorofil, asam nukleat. Selain itu beberapa glutomat diangkut kejaringan lain untuk proses-proses sintetis.
Selain membentuk glutomat, glutamine dapat menyumbangkan gugus amidanya ke asam asportat untuk membentuk asparagin, yaitu amida tumbuhan yang penting (reaksi 3). Reaksi ini membutuhkan enzim asparagin sintetase dan digerakkan oleh hidrosis ATP menjadi AMP dan PPi, enzim ini sangat diaktifkan oleh Cl-, menerangkan peranan kalor dalam tumbuhan. Untuk mempertahankan sintesis asparagin diperlukan suplai asam asportat terus-menerus. Nitrogen dalam aspartat berasal dari glutomat, tetapi keempat karbonnya berasal dari asam oksaloasetat (reaksi 4) yang dibentuk dari PEP dan HCO3- dengan bantuan PEP karboksilase (reaksi 5).
alam sebagian besar spesies tumbuhan Celutamin merupakan bentuk nitrogen simpanan yang penting dibandingkan senyawa lain, mungkin karena perbandingan nitrogen dengan karbon yang tinggi. Organ penyimpanan seperti Umbi, kentang, akar bit, wartel,lobak, mengandung banyak amida ini. Di daun dewasa glutamin sering terbentuk dari asam glutomat dan NH4+ yang dihasilkan ketika perombakan protein, kemudian diangkut melalui floem ke daun yang lebih muda atau ke akar, bunga, buah dan biji dan di tempat ini nitrogen digunakan kembali. Glutamine juga dihasilkan dalam akar dan bintil akar dan kemudian diangkut melalui xylem ke pucuk. Akhirnya dalam semua sel glutamine dapat ditambahkan langsung ke dalam protein sebagai salah satu dari 20 asam amino.
Asparagin juga melakukan fungsi yang sama seperti glutamine terutama dalam tumbuhan polong-polongan yang berasal dari daerah beriklim sedang yang mengandung banyak asparagin
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ø Metabolisme nitrogen merupakan segi lain keanekaragaman nutrisi pada prokariot
Ø Nitrogen merupakan komponen penting pada protein dan asam nukleat yang biasanya diserap dari tanah dalam bentuk sangat teroksidasi dan harus reduksi oleh proses yang bergantung pada energi, sebelum bergantung menjadi protein dan senyawa lain dalam sel.
Ø Proses pereduksian nitrat menjadi ammonium dapat terjadi dalam dua reaksi yang berbeda yaitu yang dikatalis oleh nitrat reduktase dan pengubahan nitrit menjadi NH4+ yang dikatalis oleh nitrit reduktase.
Ø Proses pengubahan ammonium menjadi senyawa organik terbagi atas 5 reaksi antara lain glutamine sintetase, glutamat sintase, asparagin sintetase, transaminase, PEP karboksilase.
DAFTAR PUSTAKA
Champbell, Reece – Mitchell. 1999. Biologi Edisi Kelima (Terjemahan). Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Dwidjoseputro, D.1998. Pengantar Fisiologi. Tumbuhan. Penerbit. Pt. Gramedia. Jakarta.
Salisbury,f.B.andRoss,c.1995.FisiologiTumbuhan (terjemahan).Penerbit ITB.Bandung.
Sasmitamihardja,D.1996.fisiologiTumbuhan.Dirjen DiktiDepdikbud.jakarta.
biologi today
Apa manfaat blog ini untuk anda ?
Kamis, 16 September 2010
Dormansi Pada Biji
DORMANSI PADA BIJI
A.TUJUAN PRAKTIKUM :Mengamati dormansi pada biji yang disebabkan oleh kulit biji Yang keras secara mekanik dan kimia
B.TINJAUAN TEORITIS
Dormansi Biji
“Dorman “ artinya “tidur” atau beristirahat. Para ahli biologi menggunakan istilah itu untuk tahapan siklus hidup, seperti biji dorman yang memiliki laju metabolisme yang sangat lambat dan sedang tidak tumbuh dan berkembang,
Dormansi pada biji meningkatkan peluang bahwa perkecambahan akan terjadi pada waktu dan tempat yang paling menguntungkan bagi pertumbuhan biji. Pengakhiran periode dormansi umumnya memerlukan kondisi lingkungan yang tertentu.biji tumbuhan gurun misalnya , hanya berkecambah jika jumlah curah hujan yang memadai. Jika mereka harus berkecambha setelah hujan rintik-rintik yang sedang ,tanah mungkin akan terlalu cepat kering sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan biji, di tempat di mana kebakaran alamiah biasa terjadi, banyak biji memerlukan panas yang sangat tinggi untuk mengakhiri dormansi : dengan demikian pertumbuhanbiji menjadi paling berlimpah setelah api menghanguskan vegetasi yang menjadi saingannya tersebut ,di tempat di mana musim dingin sangat parah,biji mungkin memerlukan pemaparan terhadap cuaca dingin yang lebih lama, biji yang disemaikan selama musim panas atau musim gugur tidak akan berkecambah sampai musim semi berikutnya. Hal ini akan memastikan musim tumbuh yang panjang sebelum musim dingin berikutnya. Biji ynag sangat kecil seperti, beberapa biji dari varietas lettuce , memerlukan cahaya untuk perkecambahan dan akan mengakhiri dormansinya hanay jika di tanam cukup dangkal sehingga kecambah benih bias muncul menembus permukaan tanah. Beberapa biji memeiliki kulit penbungkus yang harus dilemahkan dengan senyawa- senyawa kimia ketika biji- biji tersebut melewati saluran pencernaan hewan dan akibatnya cenderung akan terbawa hingga jarak yang cukup jauh sebelum berkecambah.
Lama waktu dimana biji dorman masih hidup dan mampu berkecambah bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa decade atau bahkan lebih lam lagi, bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan .sebagian besar biji sangat tahan lama sehingga bisa tahan selama satu tahun atau dua tahun sampai kondisi memungkinkan untuk berkecambah. Dengan demikian tanah memiliki kumpulan biji yang belum berkecambah yang kemungkinan telah menumpuk selam beberapa tahun. Hal ini merupaka salah satu alasan mengapa vegetasi bisa muncul kembali sedemikian cepatnya setelah kejadian kebakaran,kekeringan, banjir. Atau beberapa bencana alam lainnya.
Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai dengan munculnya radicle dan plumule. Biasanya radicle keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Pada tahap ini proses respirasi mulai terjadi. Cadangan makanan yang tidak dapat dilarutkan diubah agar dapat dilarutkan, hormon auxin terbentuk pada endosperm dan kotiledon. Hormon tersebut dipindah ke jaringan meristem dan digunakan untuk pembentukan sel baru dan membebaskan energi kinetik (Edmond et al., 1975).
Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang dalam proses perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih yang berasal dari buah yang masih muda kualitasnya akan jelek, karena benih akan menjadi tipis, ringan, dan berkeriput apabila dikeringkan serta daya hidupnya sangat rendah. Dalam hal ini kemungkinan embrio belum berkembang sempurna dan cadangan makanan pada endosperm belum lengkap (Soetopo et al., 1989).
Perkecambahan (germination) merupakan serangkaian peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sejak benih dorman sampai ke bibit yang sedang tumbuh – tergantung pada variabilitas benih, kondisi lingkungan yang cocok dan pada beberapa tanaman tergantung pada usaha pemecahan dormansi. Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeabel dapat dirangsang dengan skarifikasi, yaitu pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeabel terhadap gas-gas dan air. Cara mekanik seperti pengamplasan merupakan cara yang paling umum yang biasa dilakukan (Harjadi, 1986).
Biji akan bekecambah setelah mengalami masa dorman yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudiment atau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan atau impermeabel, atau adanya penghambat tumbuh (Hidayat, 1995).
Dormansi merupakan fase istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif, karena mempunyai jaringan meristem. Pada fase ini pertumbuhan organ tersebut hanya terhenti sementara. Perhentian sementara ini hanya dinilai secara visual.
Klasifikasi Dormansi Biji
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Beberapa jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman. Perubahan – perubahan ini mungkin mencakup pembebasan hormone, absorpsi air, difusi oksigen ke dalam biji, difusi CO2 keluar dari biji, dan sebagainya ( Salisbury and Ross, 1995 ).
Dormansi dapat dibedakan menjadi endodormansi, paradormansi, dan ekodormansi. Endodormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang menyebabkan pengendalian pertumbuhan berasal dari sinyal endogen atau langsung lingkungan yan langsung diterima oleh organ itu sendiri. Paradormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang mengendalikan pertumbuhan berasal dari ( atau pertama diterima oleh ) organ selain organ yang mengalami dormansi. Sedangkan ekodormansi adalah dormansi yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan metabolisme yang mengakibatkan terhentinya pertumbuhan (Lakitan, 1996).
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
• Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
- mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
- fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
- kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
• Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:
- photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
- immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
- thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
Embrio belum terdiferensiasi
Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering. Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit. Dormansi dapat diatasi dengan perlakuan – perlakuan ; pemarutan atau penggoresan ( skarifikasi ) yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara ; melemaskan kulit benih dari sifat kerasnya ; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara periodik mengguncang – guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi ; perubahan suhu ; dan penggunaan zat kimia.( Kartasapoetra, 2003 )
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperatur, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
- jika kulit dikupas, embrio tumbuh
- embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
- embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
- perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
- akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.
Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif):
P650 : mengabsorbir di daerah merah
P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
• Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
• Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
• Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Perkecambahan biji yang mengandung kulit biji yang tidak permeable dapat dirangsang dengan skarifikasi – pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeable terhadap gas – gas dan air. Ini dapat tercapai dengan bermacam teknik, cara – cara mekanik termasuk tindakan pengempelasan merupakan tindakan yang paling umum. Tindakan air panas 100˚ C efektif untuk benih “ honey locust ”. Beberapa benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 ( Harjadi, 2002 ).
Dari biji ke benih
Perkecambahn biji bergantung pada imbibisi ,peneyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metaboloi,pada embrioyang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan . enzim- enzim akan mulai mencerna bahan-bahan yang pada endosperma atau kotiledon, dan nutrient- nutriennya dipindahkan ke bagian embrio yang sedang tumbuh. Mobilisasi cadangan –makanan ini telah dipelajari pada biji barley dan rumput-rumputan lainnya.
Organ pertama yang muncul pada biji berkecambah adalah radikula, yaitu akar embrionik. Berikutnya ujung tunas harus menembus permukaan tanah. Pada kacang ladang dan pada tumbuhan dikotil lainnya, hipokotil akan berbentuk seperti suatu kait, dan dalam pertumbuhan akan mendorong kait itu ke atas permukaaan tanah . dirangasang oleh cahaya , hipokotil akan tumbuh lurus, mengangkat kotiledon dan epikotil. Dengan demikian, ujung tunas yang lembut dan kotiledon yang sangat besar itu akan ditarik ke atas permukaaan tanah, bukan didorong oleh ujungnya melalui tanah yang abrasive. Sekarang epikotil menyebarkan helai daun pertamanya , yang mengembang, menjadi hijau , dan mulai membuat makanan melalui fotosintesis. Kotiledon akan layu dan rontok dari biji karena cadangan makanannya telah dihabiskan oleh embrio yang berkecambaha itu.
Cahaya kelihatannya menjadi petunjuk utama yang memberitahu benih bahwa ia telah menembus tanah. Kita dapat menipu biji kacang sehingga biji tersebut bertingkah laku seolah-olah ia masih terkubur dengan cara menegecambahkan biji dalam kegelapan. Biji yang tidak diterangi memperpanjang hipokotil yang berlebihan dengan suatu kait pada ujungnya yang, dan helai daun tidak akan mampu berubah warna menjadi hijau. Setelah biji kehabisan cadangan makanannya biji yang berbentuk gelondong akan berhenti tumbuh di kemudian hari.
Kacang polong , meskipun berada dalam family yang sama dengan buncis, memiliki gaya perkecambahanyang berbeda. Jagung dan rumput-rumputan lainnya yang merupakan monokotil, mengguanakan metode yang berbeda untuk menembus tanah ketika mereka berkecambah. Koleoptil , yaitu lapisan yang membungkus dan melindungi tunas embrionik, mendesak ke atas melalaui tanah menuju udara. Ujung tunasnya kemudian tumbuh lurus ke atas melalui saluran atau terowongan yang disediakan oleh koleoptil tubuler.
Perkecambahan suatu biji tumbuhan, seperti kelahiran atau penetasan seekor hewan,merupakan tahapan kritis dalam siklus hidup. Biji yang keras akan menghasilkan suatu benih yang yang sanagt rentan dan akan terpapar pada pemangsa, parasit, angin dan bahaya lainnya. Pada kehidupan liar, hanya sebagian kecil dari benih yang dapat bertahan cukup lama untuk menjadi dewasa. Produksi biji dan buah dalam jumlah besar adalah kompensasi terhadap rintangan dalam kelangsungan hidup individu yang akan memberikan cukup bahan bagi seleksi alam untuk menyeleksi kombinasi genetic yang paling berhasil. Namun demikian, ini merupakan cara reproduksi yang cukup mahal ditinjau dari sumber daya yang dikonsumsi dalam proses pembentukan bunga dan buah . Reproduksi aseksual, yang umumnya lebih sederhana dan kurang berbahaya bagi keturunan dibandingkan dengan reproduksi seksual, merupakan suatu cara alternatif untuk perbanyakan tumbuhan.
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
No Nama Alat Jumlah
1 Kikir 1 buah
2 Cawan Petri 10 buah
3 Erlenmeyer 1 buah
4 Pemanas Air 1 buah
b. Bahan
No Nama Bahan Jumlah
1 Biji Saga Seperlunya
2 Biji Flamboyan Seperlunya
3 Kapas Seperlunya
4 Air Seperlunya
5 Aquades Seperlunya
6 HCL 5% Seperlunya
7 Kertas Label Seperlunya
D.PROSEDUR KERJA
1. Secara Mekanik
a. Mengikir / mengasah biji saga pada bagian yang jauh dari embrio sampai kelihatan kotiledonnya
b. Merendam biji saga dengan air yang baru mendidih sampai airnya dingin
c. Merendam biji saga dengan air destilat/ aquades selama 1 jam
d. Meletakkan masing-masing kelompok biji saga di petri yang sebelumnya dialasi dengan kapas lembab yang ditetesi dengan air sampai keadaanya lembab ,memberi label , menempatkannya di tempat gelap pada suhu kamar
e. Mengamati setiap hari selama 7-10 hari , mencatat perkembangannya
f. Melakukan hal yang sama pada point A,B,C,D.dan E pada biji flamboyan
2. Secara kimia
a. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades
b. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades + 3 ml HCL 5 %
c. Meletakkan di tempat gelap pada suhu kamar
d. Mengamati setiap hari selama 7- 10 hari mencatat perkembangannya
e. Melakukan perlakuan poin A,B,C,D yang sama pada biji flamboyan
F.PEMBAHASAN
Daftar Pustaka
Dari data hasil pengamatan yang telah dilakukan selama tujuh hari terhadap biji tumbuhan saga dan biji tumbuhan flamboyan yang memgalami perlakuan mekanik dan kimia maka diperoleh hasil bahwa hanya pada perlakuan biji secara dikikir (mekanis) yang dapat berkecambah sedang pada perlakuan yang lainnya tidak berkecambah sama sekali.
Pada dasarnya dormansi dapat disebabkan karena mekanisme fisik berupa penghambat yang disebabkan oleh organ biji itu sendiri seperti embrio tidak dapat berkembang karena penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable, dan secara kimia yaitu berupa bagian biji / buah mengandung zat penghambat.
Dibawah ini akan saya sampaikan hasil pengamatan yang telah dilakukan :
o Mekanisme fisik
1. Biji yang dikikir
Pada biji saga perlakuan mekanis berupa pengikiran dilakukan untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air atau gas. Dari data hasil praktikum biji saga mulai menggembung pada hari ke 2 setelah perlakuan,hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji saga, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pada biji flamboyan perlakuan mekanis juga telah melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air dan gas. Dari data hasil praktikum pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur sedangkan pada biji saga tidak ditemukan. Dan menurut Sastramihardja fungi (jamur) dapat mematahkan dormansi. Pada hari ke 2 menggembung setelah perlakuan hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji flamboyan, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pemecahan penghalang kulit biji ini dinamakan skarifikasi atau penggoresan yang bisa menggunakan pisau,kikir,dan kertas amplas. Dialam,goresan tersebut mungkin terjadi akibat kerja mikroba,ketika biji melewati alat pencernaan pada burung,atau hewan lain,berada pada suhu yang berubah-ubah,terbawa air melintasi cadas atau pasir.
2. Biji yang direndam dalam air panas
Pematahan dormansi dengan perlakuan suhu yang tinggi dapat mematahkan dormansi ( biji direndam dengan air yang baru mendidih sampai air menjadi dingin kembali).Cara pematahan ini disebut juga sebagai skarifikasi yaitu merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih untuk mematahkan dormansi untuk mempercepat terjadinya perkecambahan biji sesuai dengan literature Anonimous(2007),tetapi dalam praktek ini tidak berhasil proses perkecambahannya,dimana Pada biji saga perendaman dengan air panas tidak mampu mempercepat perkecambahan setelah masa dormansi karena karbohidrat dalam sel kotiledon dan endosperm akan rusak dan terurai yang mengakibatkan aktivitas enzim berkurang sehingga amilum lebih aktif sebagai medium tempaat tumbuh jamur didukung oleh lingkungan yang lembab, dengan tumbuhnya jamur maka masa dormansi sudah selesai akan mulai masa perkecambahan,tetapi pada biji flamboyan akibat adanya suhu kejutan tersebut terjadi perubahan pada struktur membran biji, sehingga embrio menjadi rusak dan biji mengalami pembusukan.
3. Biji yang direndam dengan air destilat selama 1 jam
Pada perlakuan dengan direndam air destilat selam 1 jam merupakan tehnik yang umum dilakukan pada benih yang akan disemaikan. Tetapi pada biji saga dan biji flamboyant hal tersebut kurang berpengaruh terhadap pematahan dormansi.
Pada percobaan yang telah dilakukan dengan merendam biji saga dan flamboyan pada air destilat. Setelah diamati selama 7 hari pada biji flamboyant mulai ditumbuhi jamur karena permukaan kulit flamboyant menjadi lembab sementara pada biji saga tidak berpengaruh sama sekali.
o Mekanisme kimia
1. Media yang dibasahi dengan Aquades
Pada biji saga dan flamboyan yang disemaikan di media yang dibasahi dengan aquades tidak terjadi perubahan secara signifikan, hanya pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur dalam jumlah yang sedikit sementara pada biji saga tidak terjadi perubahan.
2. Media yang dibasahi dengan Aquades dan HCl 5%
Penggunaan HCl 5% merupakan zat penghambat yang menyebabkan biji mengalami dormansi, hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa dormansi dapat terjadi karena zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adlah HCl 5% dan fumarin. Khususnya pada biji yang berkulit keras, Pada larutan yang diberikan pada biji juga berbeda – beda. Oleh karenanya tidak ada satupun ditemukan biji saga atau biji flamboyant yang berkecambah.
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa biji saga dan biji flamboyan yang diberi perlakuan bahan kimia dan air destilat serta Air panas baik pada hari ketiga maupun hari keenam tidaK AdA Yang berkecambah diduga karena waktu dan kondisi lingkungan belum memungkinkan untuk melakukan proses perkecambahan, sedang dengan teknik skarifikasi dormansi pada biji dapat dipatahkan sehingga dapat dilalui oleh air dan udara.Dengan perlakuan aquadest dormansi pada biji juga dapat dipatahkan melalui proses imbibisi dan aerasi karena biji saga dan biji flamboyant termasuk biji yang membutuhkan suhu rendah sesuai dengan literature bahwa dormansi karena kebutuhan biji akan suhu dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
G. KESIMPULAN
1. Dormansi pada biji saga dan biji flamboyant dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanik berupa pengikiran sehingga biji tersebut dapat berkecambah.
2. Dormansi pada biji saga dengan perlakuan fisik mempercepat pematahan dormansi.
3. Perendaman biji dengan air destilat dan air panas tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga maupun hari keenam.
4. Perendaman dengan air yang baru mendidih atau dengan kejutan suhu harus disesuaikan dengan jenis biji agar tidak terjadi kerusakan pada embrio.
5. Penggunaan larutan HCl 5% pada biji daga dan biji flamboyant tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga dan keenam.
6. Biji saga dan biji flamboyant yang tidak berkecambah rata-rata ditumbuhi oleh jamur yang dapat juga berperan sebagai penghambat terjadinya dormansi pada biji.
H.DAFTAR PUSTAKA
Champbell,R.M.2000. BIOLOGI JILID 2-Edisi Kelima. Penerbit Erlangga.jakarta.
Harjadi, S. S. 1986. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB Bandung, Bandung
Kuswanto, H.1996. Teknologi, Produksi, danSkarifikasi benih. (www.kompas.com). Diakses tanggal 26 November 2007.
Siregar, H.M. dan N.W. Utami. 1994. Perkecambahan biji kenari babi (Canarium decumanum Gaertn). Buletin Kebun Raya Indonesia 8 (1): 25-29
Soetopo, L., Ainurrasyid, dan Sesanti B. 1989. Pengaruh kualitas benih terhadap pertumbuhan dan produksi lombok besar (Capsicum annum L.). Agrivita 12 (1): 34-37
Wawo, A.H. 1981. Lamtoro sebagai pupuk hjau. Buletin Kebun Raya Indonesia 5 (2): 33-36
Anonim, 2010, Dormansi Biji dan Benih, http:// gosipsoup.blogspot.com/, diakses pada tanggal 24 Agustus 2010 pukul 11 :00
DORMANSI PADA BIJI
A.TUJUAN PRAKTIKUM :Mengamati dormansi pada biji yang disebabkan oleh kulit biji Yang keras secara mekanik dan kimia
B.TINJAUAN TEORITIS
Dormansi Biji
“Dorman “ artinya “tidur” atau beristirahat. Para ahli biologi menggunakan istilah itu untuk tahapan siklus hidup, seperti biji dorman yang memiliki laju metabolisme yang sangat lambat dan sedang tidak tumbuh dan berkembang,
Dormansi pada biji meningkatkan peluang bahwa perkecambahan akan terjadi pada waktu dan tempat yang paling menguntungkan bagi pertumbuhan biji. Pengakhiran periode dormansi umumnya memerlukan kondisi lingkungan yang tertentu.biji tumbuhan gurun misalnya , hanya berkecambah jika jumlah curah hujan yang memadai. Jika mereka harus berkecambha setelah hujan rintik-rintik yang sedang ,tanah mungkin akan terlalu cepat kering sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan biji, di tempat di mana kebakaran alamiah biasa terjadi, banyak biji memerlukan panas yang sangat tinggi untuk mengakhiri dormansi : dengan demikian pertumbuhanbiji menjadi paling berlimpah setelah api menghanguskan vegetasi yang menjadi saingannya tersebut ,di tempat di mana musim dingin sangat parah,biji mungkin memerlukan pemaparan terhadap cuaca dingin yang lebih lama, biji yang disemaikan selama musim panas atau musim gugur tidak akan berkecambah sampai musim semi berikutnya. Hal ini akan memastikan musim tumbuh yang panjang sebelum musim dingin berikutnya. Biji ynag sangat kecil seperti, beberapa biji dari varietas lettuce , memerlukan cahaya untuk perkecambahan dan akan mengakhiri dormansinya hanay jika di tanam cukup dangkal sehingga kecambah benih bias muncul menembus permukaan tanah. Beberapa biji memeiliki kulit penbungkus yang harus dilemahkan dengan senyawa- senyawa kimia ketika biji- biji tersebut melewati saluran pencernaan hewan dan akibatnya cenderung akan terbawa hingga jarak yang cukup jauh sebelum berkecambah.
Lama waktu dimana biji dorman masih hidup dan mampu berkecambah bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa decade atau bahkan lebih lam lagi, bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan .sebagian besar biji sangat tahan lama sehingga bisa tahan selama satu tahun atau dua tahun sampai kondisi memungkinkan untuk berkecambah. Dengan demikian tanah memiliki kumpulan biji yang belum berkecambah yang kemungkinan telah menumpuk selam beberapa tahun. Hal ini merupaka salah satu alasan mengapa vegetasi bisa muncul kembali sedemikian cepatnya setelah kejadian kebakaran,kekeringan, banjir. Atau beberapa bencana alam lainnya.
Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai dengan munculnya radicle dan plumule. Biasanya radicle keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Pada tahap ini proses respirasi mulai terjadi. Cadangan makanan yang tidak dapat dilarutkan diubah agar dapat dilarutkan, hormon auxin terbentuk pada endosperm dan kotiledon. Hormon tersebut dipindah ke jaringan meristem dan digunakan untuk pembentukan sel baru dan membebaskan energi kinetik (Edmond et al., 1975).
Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang dalam proses perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih yang berasal dari buah yang masih muda kualitasnya akan jelek, karena benih akan menjadi tipis, ringan, dan berkeriput apabila dikeringkan serta daya hidupnya sangat rendah. Dalam hal ini kemungkinan embrio belum berkembang sempurna dan cadangan makanan pada endosperm belum lengkap (Soetopo et al., 1989).
Perkecambahan (germination) merupakan serangkaian peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sejak benih dorman sampai ke bibit yang sedang tumbuh – tergantung pada variabilitas benih, kondisi lingkungan yang cocok dan pada beberapa tanaman tergantung pada usaha pemecahan dormansi. Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeabel dapat dirangsang dengan skarifikasi, yaitu pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeabel terhadap gas-gas dan air. Cara mekanik seperti pengamplasan merupakan cara yang paling umum yang biasa dilakukan (Harjadi, 1986).
Biji akan bekecambah setelah mengalami masa dorman yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudiment atau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan atau impermeabel, atau adanya penghambat tumbuh (Hidayat, 1995).
Dormansi merupakan fase istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif, karena mempunyai jaringan meristem. Pada fase ini pertumbuhan organ tersebut hanya terhenti sementara. Perhentian sementara ini hanya dinilai secara visual.
Klasifikasi Dormansi Biji
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Beberapa jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman. Perubahan – perubahan ini mungkin mencakup pembebasan hormone, absorpsi air, difusi oksigen ke dalam biji, difusi CO2 keluar dari biji, dan sebagainya ( Salisbury and Ross, 1995 ).
Dormansi dapat dibedakan menjadi endodormansi, paradormansi, dan ekodormansi. Endodormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang menyebabkan pengendalian pertumbuhan berasal dari sinyal endogen atau langsung lingkungan yan langsung diterima oleh organ itu sendiri. Paradormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang mengendalikan pertumbuhan berasal dari ( atau pertama diterima oleh ) organ selain organ yang mengalami dormansi. Sedangkan ekodormansi adalah dormansi yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan metabolisme yang mengakibatkan terhentinya pertumbuhan (Lakitan, 1996).
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
• Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
- mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
- fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
- kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
• Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:
- photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
- immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
- thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
Embrio belum terdiferensiasi
Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering. Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit. Dormansi dapat diatasi dengan perlakuan – perlakuan ; pemarutan atau penggoresan ( skarifikasi ) yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara ; melemaskan kulit benih dari sifat kerasnya ; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara periodik mengguncang – guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi ; perubahan suhu ; dan penggunaan zat kimia.( Kartasapoetra, 2003 )
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperatur, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
- jika kulit dikupas, embrio tumbuh
- embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
- embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
- perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
- akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.
Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif):
P650 : mengabsorbir di daerah merah
P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
• Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
• Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
• Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Perkecambahan biji yang mengandung kulit biji yang tidak permeable dapat dirangsang dengan skarifikasi – pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeable terhadap gas – gas dan air. Ini dapat tercapai dengan bermacam teknik, cara – cara mekanik termasuk tindakan pengempelasan merupakan tindakan yang paling umum. Tindakan air panas 100˚ C efektif untuk benih “ honey locust ”. Beberapa benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 ( Harjadi, 2002 ).
Dari biji ke benih
Perkecambahn biji bergantung pada imbibisi ,peneyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metaboloi,pada embrioyang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan . enzim- enzim akan mulai mencerna bahan-bahan yang pada endosperma atau kotiledon, dan nutrient- nutriennya dipindahkan ke bagian embrio yang sedang tumbuh. Mobilisasi cadangan –makanan ini telah dipelajari pada biji barley dan rumput-rumputan lainnya.
Organ pertama yang muncul pada biji berkecambah adalah radikula, yaitu akar embrionik. Berikutnya ujung tunas harus menembus permukaan tanah. Pada kacang ladang dan pada tumbuhan dikotil lainnya, hipokotil akan berbentuk seperti suatu kait, dan dalam pertumbuhan akan mendorong kait itu ke atas permukaaan tanah . dirangasang oleh cahaya , hipokotil akan tumbuh lurus, mengangkat kotiledon dan epikotil. Dengan demikian, ujung tunas yang lembut dan kotiledon yang sangat besar itu akan ditarik ke atas permukaaan tanah, bukan didorong oleh ujungnya melalui tanah yang abrasive. Sekarang epikotil menyebarkan helai daun pertamanya , yang mengembang, menjadi hijau , dan mulai membuat makanan melalui fotosintesis. Kotiledon akan layu dan rontok dari biji karena cadangan makanannya telah dihabiskan oleh embrio yang berkecambaha itu.
Cahaya kelihatannya menjadi petunjuk utama yang memberitahu benih bahwa ia telah menembus tanah. Kita dapat menipu biji kacang sehingga biji tersebut bertingkah laku seolah-olah ia masih terkubur dengan cara menegecambahkan biji dalam kegelapan. Biji yang tidak diterangi memperpanjang hipokotil yang berlebihan dengan suatu kait pada ujungnya yang, dan helai daun tidak akan mampu berubah warna menjadi hijau. Setelah biji kehabisan cadangan makanannya biji yang berbentuk gelondong akan berhenti tumbuh di kemudian hari.
Kacang polong , meskipun berada dalam family yang sama dengan buncis, memiliki gaya perkecambahanyang berbeda. Jagung dan rumput-rumputan lainnya yang merupakan monokotil, mengguanakan metode yang berbeda untuk menembus tanah ketika mereka berkecambah. Koleoptil , yaitu lapisan yang membungkus dan melindungi tunas embrionik, mendesak ke atas melalaui tanah menuju udara. Ujung tunasnya kemudian tumbuh lurus ke atas melalui saluran atau terowongan yang disediakan oleh koleoptil tubuler.
Perkecambahan suatu biji tumbuhan, seperti kelahiran atau penetasan seekor hewan,merupakan tahapan kritis dalam siklus hidup. Biji yang keras akan menghasilkan suatu benih yang yang sanagt rentan dan akan terpapar pada pemangsa, parasit, angin dan bahaya lainnya. Pada kehidupan liar, hanya sebagian kecil dari benih yang dapat bertahan cukup lama untuk menjadi dewasa. Produksi biji dan buah dalam jumlah besar adalah kompensasi terhadap rintangan dalam kelangsungan hidup individu yang akan memberikan cukup bahan bagi seleksi alam untuk menyeleksi kombinasi genetic yang paling berhasil. Namun demikian, ini merupakan cara reproduksi yang cukup mahal ditinjau dari sumber daya yang dikonsumsi dalam proses pembentukan bunga dan buah . Reproduksi aseksual, yang umumnya lebih sederhana dan kurang berbahaya bagi keturunan dibandingkan dengan reproduksi seksual, merupakan suatu cara alternatif untuk perbanyakan tumbuhan.
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
No Nama Alat Jumlah
1 Kikir 1 buah
2 Cawan Petri 10 buah
3 Erlenmeyer 1 buah
4 Pemanas Air 1 buah
b. Bahan
No Nama Bahan Jumlah
1 Biji Saga Seperlunya
2 Biji Flamboyan Seperlunya
3 Kapas Seperlunya
4 Air Seperlunya
5 Aquades Seperlunya
6 HCL 5% Seperlunya
7 Kertas Label Seperlunya
D.PROSEDUR KERJA
1. Secara Mekanik
a. Mengikir / mengasah biji saga pada bagian yang jauh dari embrio sampai kelihatan kotiledonnya
b. Merendam biji saga dengan air yang baru mendidih sampai airnya dingin
c. Merendam biji saga dengan air destilat/ aquades selama 1 jam
d. Meletakkan masing-masing kelompok biji saga di petri yang sebelumnya dialasi dengan kapas lembab yang ditetesi dengan air sampai keadaanya lembab ,memberi label , menempatkannya di tempat gelap pada suhu kamar
e. Mengamati setiap hari selama 7-10 hari , mencatat perkembangannya
f. Melakukan hal yang sama pada point A,B,C,D.dan E pada biji flamboyan
2. Secara kimia
a. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades
b. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades + 3 ml HCL 5 %
c. Meletakkan di tempat gelap pada suhu kamar
d. Mengamati setiap hari selama 7- 10 hari mencatat perkembangannya
e. Melakukan perlakuan poin A,B,C,D yang sama pada biji flamboyan
F.PEMBAHASAN
Daftar Pustaka
Dari data hasil pengamatan yang telah dilakukan selama tujuh hari terhadap biji tumbuhan saga dan biji tumbuhan flamboyan yang memgalami perlakuan mekanik dan kimia maka diperoleh hasil bahwa hanya pada perlakuan biji secara dikikir (mekanis) yang dapat berkecambah sedang pada perlakuan yang lainnya tidak berkecambah sama sekali.
Pada dasarnya dormansi dapat disebabkan karena mekanisme fisik berupa penghambat yang disebabkan oleh organ biji itu sendiri seperti embrio tidak dapat berkembang karena penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable, dan secara kimia yaitu berupa bagian biji / buah mengandung zat penghambat.
Dibawah ini akan saya sampaikan hasil pengamatan yang telah dilakukan :
o Mekanisme fisik
1. Biji yang dikikir
Pada biji saga perlakuan mekanis berupa pengikiran dilakukan untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air atau gas. Dari data hasil praktikum biji saga mulai menggembung pada hari ke 2 setelah perlakuan,hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji saga, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pada biji flamboyan perlakuan mekanis juga telah melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air dan gas. Dari data hasil praktikum pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur sedangkan pada biji saga tidak ditemukan. Dan menurut Sastramihardja fungi (jamur) dapat mematahkan dormansi. Pada hari ke 2 menggembung setelah perlakuan hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji flamboyan, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pemecahan penghalang kulit biji ini dinamakan skarifikasi atau penggoresan yang bisa menggunakan pisau,kikir,dan kertas amplas. Dialam,goresan tersebut mungkin terjadi akibat kerja mikroba,ketika biji melewati alat pencernaan pada burung,atau hewan lain,berada pada suhu yang berubah-ubah,terbawa air melintasi cadas atau pasir.
2. Biji yang direndam dalam air panas
Pematahan dormansi dengan perlakuan suhu yang tinggi dapat mematahkan dormansi ( biji direndam dengan air yang baru mendidih sampai air menjadi dingin kembali).Cara pematahan ini disebut juga sebagai skarifikasi yaitu merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih untuk mematahkan dormansi untuk mempercepat terjadinya perkecambahan biji sesuai dengan literature Anonimous(2007),tetapi dalam praktek ini tidak berhasil proses perkecambahannya,dimana Pada biji saga perendaman dengan air panas tidak mampu mempercepat perkecambahan setelah masa dormansi karena karbohidrat dalam sel kotiledon dan endosperm akan rusak dan terurai yang mengakibatkan aktivitas enzim berkurang sehingga amilum lebih aktif sebagai medium tempaat tumbuh jamur didukung oleh lingkungan yang lembab, dengan tumbuhnya jamur maka masa dormansi sudah selesai akan mulai masa perkecambahan,tetapi pada biji flamboyan akibat adanya suhu kejutan tersebut terjadi perubahan pada struktur membran biji, sehingga embrio menjadi rusak dan biji mengalami pembusukan.
3. Biji yang direndam dengan air destilat selama 1 jam
Pada perlakuan dengan direndam air destilat selam 1 jam merupakan tehnik yang umum dilakukan pada benih yang akan disemaikan. Tetapi pada biji saga dan biji flamboyant hal tersebut kurang berpengaruh terhadap pematahan dormansi.
Pada percobaan yang telah dilakukan dengan merendam biji saga dan flamboyan pada air destilat. Setelah diamati selama 7 hari pada biji flamboyant mulai ditumbuhi jamur karena permukaan kulit flamboyant menjadi lembab sementara pada biji saga tidak berpengaruh sama sekali.
o Mekanisme kimia
1. Media yang dibasahi dengan Aquades
Pada biji saga dan flamboyan yang disemaikan di media yang dibasahi dengan aquades tidak terjadi perubahan secara signifikan, hanya pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur dalam jumlah yang sedikit sementara pada biji saga tidak terjadi perubahan.
2. Media yang dibasahi dengan Aquades dan HCl 5%
Penggunaan HCl 5% merupakan zat penghambat yang menyebabkan biji mengalami dormansi, hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa dormansi dapat terjadi karena zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adlah HCl 5% dan fumarin. Khususnya pada biji yang berkulit keras, Pada larutan yang diberikan pada biji juga berbeda – beda. Oleh karenanya tidak ada satupun ditemukan biji saga atau biji flamboyant yang berkecambah.
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa biji saga dan biji flamboyan yang diberi perlakuan bahan kimia dan air destilat serta Air panas baik pada hari ketiga maupun hari keenam tidaK AdA Yang berkecambah diduga karena waktu dan kondisi lingkungan belum memungkinkan untuk melakukan proses perkecambahan, sedang dengan teknik skarifikasi dormansi pada biji dapat dipatahkan sehingga dapat dilalui oleh air dan udara.Dengan perlakuan aquadest dormansi pada biji juga dapat dipatahkan melalui proses imbibisi dan aerasi karena biji saga dan biji flamboyant termasuk biji yang membutuhkan suhu rendah sesuai dengan literature bahwa dormansi karena kebutuhan biji akan suhu dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
G. KESIMPULAN
1. Dormansi pada biji saga dan biji flamboyant dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanik berupa pengikiran sehingga biji tersebut dapat berkecambah.
2. Dormansi pada biji saga dengan perlakuan fisik mempercepat pematahan dormansi.
3. Perendaman biji dengan air destilat dan air panas tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga maupun hari keenam.
4. Perendaman dengan air yang baru mendidih atau dengan kejutan suhu harus disesuaikan dengan jenis biji agar tidak terjadi kerusakan pada embrio.
5. Penggunaan larutan HCl 5% pada biji daga dan biji flamboyant tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga dan keenam.
6. Biji saga dan biji flamboyant yang tidak berkecambah rata-rata ditumbuhi oleh jamur yang dapat juga berperan sebagai penghambat terjadinya dormansi pada biji.
H.DAFTAR PUSTAKA
Champbell,R.M.2000. BIOLOGI JILID 2-Edisi Kelima. Penerbit Erlangga.jakarta.
Harjadi, S. S. 1986. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB Bandung, Bandung
Kuswanto, H.1996. Teknologi, Produksi, danSkarifikasi benih. (www.kompas.com). Diakses tanggal 26 November 2007.
Siregar, H.M. dan N.W. Utami. 1994. Perkecambahan biji kenari babi (Canarium decumanum Gaertn). Buletin Kebun Raya Indonesia 8 (1): 25-29
Soetopo, L., Ainurrasyid, dan Sesanti B. 1989. Pengaruh kualitas benih terhadap pertumbuhan dan produksi lombok besar (Capsicum annum L.). Agrivita 12 (1): 34-37
Wawo, A.H. 1981. Lamtoro sebagai pupuk hjau. Buletin Kebun Raya Indonesia 5 (2): 33-36
Anonim, 2010, Dormansi Biji dan Benih, http:// gosipsoup.blogspot.com/, diakses pada tanggal 24 Agustus 2010 pukul 11 :00
DORMANSI PADA BIJI
A.TUJUAN PRAKTIKUM :Mengamati dormansi pada biji yang disebabkan oleh kulit biji Yang keras secara mekanik dan kimia
B.TINJAUAN TEORITIS
Dormansi Biji
“Dorman “ artinya “tidur” atau beristirahat. Para ahli biologi menggunakan istilah itu untuk tahapan siklus hidup, seperti biji dorman yang memiliki laju metabolisme yang sangat lambat dan sedang tidak tumbuh dan berkembang,
Dormansi pada biji meningkatkan peluang bahwa perkecambahan akan terjadi pada waktu dan tempat yang paling menguntungkan bagi pertumbuhan biji. Pengakhiran periode dormansi umumnya memerlukan kondisi lingkungan yang tertentu.biji tumbuhan gurun misalnya , hanya berkecambah jika jumlah curah hujan yang memadai. Jika mereka harus berkecambha setelah hujan rintik-rintik yang sedang ,tanah mungkin akan terlalu cepat kering sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan biji, di tempat di mana kebakaran alamiah biasa terjadi, banyak biji memerlukan panas yang sangat tinggi untuk mengakhiri dormansi : dengan demikian pertumbuhanbiji menjadi paling berlimpah setelah api menghanguskan vegetasi yang menjadi saingannya tersebut ,di tempat di mana musim dingin sangat parah,biji mungkin memerlukan pemaparan terhadap cuaca dingin yang lebih lama, biji yang disemaikan selama musim panas atau musim gugur tidak akan berkecambah sampai musim semi berikutnya. Hal ini akan memastikan musim tumbuh yang panjang sebelum musim dingin berikutnya. Biji ynag sangat kecil seperti, beberapa biji dari varietas lettuce , memerlukan cahaya untuk perkecambahan dan akan mengakhiri dormansinya hanay jika di tanam cukup dangkal sehingga kecambah benih bias muncul menembus permukaan tanah. Beberapa biji memeiliki kulit penbungkus yang harus dilemahkan dengan senyawa- senyawa kimia ketika biji- biji tersebut melewati saluran pencernaan hewan dan akibatnya cenderung akan terbawa hingga jarak yang cukup jauh sebelum berkecambah.
Lama waktu dimana biji dorman masih hidup dan mampu berkecambah bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa decade atau bahkan lebih lam lagi, bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan .sebagian besar biji sangat tahan lama sehingga bisa tahan selama satu tahun atau dua tahun sampai kondisi memungkinkan untuk berkecambah. Dengan demikian tanah memiliki kumpulan biji yang belum berkecambah yang kemungkinan telah menumpuk selam beberapa tahun. Hal ini merupaka salah satu alasan mengapa vegetasi bisa muncul kembali sedemikian cepatnya setelah kejadian kebakaran,kekeringan, banjir. Atau beberapa bencana alam lainnya.
Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai dengan munculnya radicle dan plumule. Biasanya radicle keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Pada tahap ini proses respirasi mulai terjadi. Cadangan makanan yang tidak dapat dilarutkan diubah agar dapat dilarutkan, hormon auxin terbentuk pada endosperm dan kotiledon. Hormon tersebut dipindah ke jaringan meristem dan digunakan untuk pembentukan sel baru dan membebaskan energi kinetik (Edmond et al., 1975).
Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang dalam proses perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih yang berasal dari buah yang masih muda kualitasnya akan jelek, karena benih akan menjadi tipis, ringan, dan berkeriput apabila dikeringkan serta daya hidupnya sangat rendah. Dalam hal ini kemungkinan embrio belum berkembang sempurna dan cadangan makanan pada endosperm belum lengkap (Soetopo et al., 1989).
Perkecambahan (germination) merupakan serangkaian peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sejak benih dorman sampai ke bibit yang sedang tumbuh – tergantung pada variabilitas benih, kondisi lingkungan yang cocok dan pada beberapa tanaman tergantung pada usaha pemecahan dormansi. Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeabel dapat dirangsang dengan skarifikasi, yaitu pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeabel terhadap gas-gas dan air. Cara mekanik seperti pengamplasan merupakan cara yang paling umum yang biasa dilakukan (Harjadi, 1986).
Biji akan bekecambah setelah mengalami masa dorman yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudiment atau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan atau impermeabel, atau adanya penghambat tumbuh (Hidayat, 1995).
Dormansi merupakan fase istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif, karena mempunyai jaringan meristem. Pada fase ini pertumbuhan organ tersebut hanya terhenti sementara. Perhentian sementara ini hanya dinilai secara visual.
Klasifikasi Dormansi Biji
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Beberapa jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman. Perubahan – perubahan ini mungkin mencakup pembebasan hormone, absorpsi air, difusi oksigen ke dalam biji, difusi CO2 keluar dari biji, dan sebagainya ( Salisbury and Ross, 1995 ).
Dormansi dapat dibedakan menjadi endodormansi, paradormansi, dan ekodormansi. Endodormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang menyebabkan pengendalian pertumbuhan berasal dari sinyal endogen atau langsung lingkungan yan langsung diterima oleh organ itu sendiri. Paradormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang mengendalikan pertumbuhan berasal dari ( atau pertama diterima oleh ) organ selain organ yang mengalami dormansi. Sedangkan ekodormansi adalah dormansi yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan metabolisme yang mengakibatkan terhentinya pertumbuhan (Lakitan, 1996).
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
• Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
- mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
- fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
- kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
• Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:
- photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
- immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
- thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
Embrio belum terdiferensiasi
Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering. Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit. Dormansi dapat diatasi dengan perlakuan – perlakuan ; pemarutan atau penggoresan ( skarifikasi ) yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara ; melemaskan kulit benih dari sifat kerasnya ; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara periodik mengguncang – guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi ; perubahan suhu ; dan penggunaan zat kimia.( Kartasapoetra, 2003 )
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperatur, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
- jika kulit dikupas, embrio tumbuh
- embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
- embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
- perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
- akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.
Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif):
P650 : mengabsorbir di daerah merah
P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
• Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
• Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
• Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Perkecambahan biji yang mengandung kulit biji yang tidak permeable dapat dirangsang dengan skarifikasi – pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeable terhadap gas – gas dan air. Ini dapat tercapai dengan bermacam teknik, cara – cara mekanik termasuk tindakan pengempelasan merupakan tindakan yang paling umum. Tindakan air panas 100˚ C efektif untuk benih “ honey locust ”. Beberapa benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 ( Harjadi, 2002 ).
Dari biji ke benih
Perkecambahn biji bergantung pada imbibisi ,peneyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metaboloi,pada embrioyang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan . enzim- enzim akan mulai mencerna bahan-bahan yang pada endosperma atau kotiledon, dan nutrient- nutriennya dipindahkan ke bagian embrio yang sedang tumbuh. Mobilisasi cadangan –makanan ini telah dipelajari pada biji barley dan rumput-rumputan lainnya.
Organ pertama yang muncul pada biji berkecambah adalah radikula, yaitu akar embrionik. Berikutnya ujung tunas harus menembus permukaan tanah. Pada kacang ladang dan pada tumbuhan dikotil lainnya, hipokotil akan berbentuk seperti suatu kait, dan dalam pertumbuhan akan mendorong kait itu ke atas permukaaan tanah . dirangasang oleh cahaya , hipokotil akan tumbuh lurus, mengangkat kotiledon dan epikotil. Dengan demikian, ujung tunas yang lembut dan kotiledon yang sangat besar itu akan ditarik ke atas permukaaan tanah, bukan didorong oleh ujungnya melalui tanah yang abrasive. Sekarang epikotil menyebarkan helai daun pertamanya , yang mengembang, menjadi hijau , dan mulai membuat makanan melalui fotosintesis. Kotiledon akan layu dan rontok dari biji karena cadangan makanannya telah dihabiskan oleh embrio yang berkecambaha itu.
Cahaya kelihatannya menjadi petunjuk utama yang memberitahu benih bahwa ia telah menembus tanah. Kita dapat menipu biji kacang sehingga biji tersebut bertingkah laku seolah-olah ia masih terkubur dengan cara menegecambahkan biji dalam kegelapan. Biji yang tidak diterangi memperpanjang hipokotil yang berlebihan dengan suatu kait pada ujungnya yang, dan helai daun tidak akan mampu berubah warna menjadi hijau. Setelah biji kehabisan cadangan makanannya biji yang berbentuk gelondong akan berhenti tumbuh di kemudian hari.
Kacang polong , meskipun berada dalam family yang sama dengan buncis, memiliki gaya perkecambahanyang berbeda. Jagung dan rumput-rumputan lainnya yang merupakan monokotil, mengguanakan metode yang berbeda untuk menembus tanah ketika mereka berkecambah. Koleoptil , yaitu lapisan yang membungkus dan melindungi tunas embrionik, mendesak ke atas melalaui tanah menuju udara. Ujung tunasnya kemudian tumbuh lurus ke atas melalui saluran atau terowongan yang disediakan oleh koleoptil tubuler.
Perkecambahan suatu biji tumbuhan, seperti kelahiran atau penetasan seekor hewan,merupakan tahapan kritis dalam siklus hidup. Biji yang keras akan menghasilkan suatu benih yang yang sanagt rentan dan akan terpapar pada pemangsa, parasit, angin dan bahaya lainnya. Pada kehidupan liar, hanya sebagian kecil dari benih yang dapat bertahan cukup lama untuk menjadi dewasa. Produksi biji dan buah dalam jumlah besar adalah kompensasi terhadap rintangan dalam kelangsungan hidup individu yang akan memberikan cukup bahan bagi seleksi alam untuk menyeleksi kombinasi genetic yang paling berhasil. Namun demikian, ini merupakan cara reproduksi yang cukup mahal ditinjau dari sumber daya yang dikonsumsi dalam proses pembentukan bunga dan buah . Reproduksi aseksual, yang umumnya lebih sederhana dan kurang berbahaya bagi keturunan dibandingkan dengan reproduksi seksual, merupakan suatu cara alternatif untuk perbanyakan tumbuhan.
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
No Nama Alat Jumlah
1 Kikir 1 buah
2 Cawan Petri 10 buah
3 Erlenmeyer 1 buah
4 Pemanas Air 1 buah
b. Bahan
No Nama Bahan Jumlah
1 Biji Saga Seperlunya
2 Biji Flamboyan Seperlunya
3 Kapas Seperlunya
4 Air Seperlunya
5 Aquades Seperlunya
6 HCL 5% Seperlunya
7 Kertas Label Seperlunya
D.PROSEDUR KERJA
1. Secara Mekanik
a. Mengikir / mengasah biji saga pada bagian yang jauh dari embrio sampai kelihatan kotiledonnya
b. Merendam biji saga dengan air yang baru mendidih sampai airnya dingin
c. Merendam biji saga dengan air destilat/ aquades selama 1 jam
d. Meletakkan masing-masing kelompok biji saga di petri yang sebelumnya dialasi dengan kapas lembab yang ditetesi dengan air sampai keadaanya lembab ,memberi label , menempatkannya di tempat gelap pada suhu kamar
e. Mengamati setiap hari selama 7-10 hari , mencatat perkembangannya
f. Melakukan hal yang sama pada point A,B,C,D.dan E pada biji flamboyan
2. Secara kimia
a. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades
b. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades + 3 ml HCL 5 %
c. Meletakkan di tempat gelap pada suhu kamar
d. Mengamati setiap hari selama 7- 10 hari mencatat perkembangannya
e. Melakukan perlakuan poin A,B,C,D yang sama pada biji flamboyan
F.PEMBAHASAN
Daftar Pustaka
Dari data hasil pengamatan yang telah dilakukan selama tujuh hari terhadap biji tumbuhan saga dan biji tumbuhan flamboyan yang memgalami perlakuan mekanik dan kimia maka diperoleh hasil bahwa hanya pada perlakuan biji secara dikikir (mekanis) yang dapat berkecambah sedang pada perlakuan yang lainnya tidak berkecambah sama sekali.
Pada dasarnya dormansi dapat disebabkan karena mekanisme fisik berupa penghambat yang disebabkan oleh organ biji itu sendiri seperti embrio tidak dapat berkembang karena penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable, dan secara kimia yaitu berupa bagian biji / buah mengandung zat penghambat.
Dibawah ini akan saya sampaikan hasil pengamatan yang telah dilakukan :
o Mekanisme fisik
1. Biji yang dikikir
Pada biji saga perlakuan mekanis berupa pengikiran dilakukan untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air atau gas. Dari data hasil praktikum biji saga mulai menggembung pada hari ke 2 setelah perlakuan,hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji saga, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pada biji flamboyan perlakuan mekanis juga telah melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air dan gas. Dari data hasil praktikum pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur sedangkan pada biji saga tidak ditemukan. Dan menurut Sastramihardja fungi (jamur) dapat mematahkan dormansi. Pada hari ke 2 menggembung setelah perlakuan hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji flamboyan, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pemecahan penghalang kulit biji ini dinamakan skarifikasi atau penggoresan yang bisa menggunakan pisau,kikir,dan kertas amplas. Dialam,goresan tersebut mungkin terjadi akibat kerja mikroba,ketika biji melewati alat pencernaan pada burung,atau hewan lain,berada pada suhu yang berubah-ubah,terbawa air melintasi cadas atau pasir.
2. Biji yang direndam dalam air panas
Pematahan dormansi dengan perlakuan suhu yang tinggi dapat mematahkan dormansi ( biji direndam dengan air yang baru mendidih sampai air menjadi dingin kembali).Cara pematahan ini disebut juga sebagai skarifikasi yaitu merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih untuk mematahkan dormansi untuk mempercepat terjadinya perkecambahan biji sesuai dengan literature Anonimous(2007),tetapi dalam praktek ini tidak berhasil proses perkecambahannya,dimana Pada biji saga perendaman dengan air panas tidak mampu mempercepat perkecambahan setelah masa dormansi karena karbohidrat dalam sel kotiledon dan endosperm akan rusak dan terurai yang mengakibatkan aktivitas enzim berkurang sehingga amilum lebih aktif sebagai medium tempaat tumbuh jamur didukung oleh lingkungan yang lembab, dengan tumbuhnya jamur maka masa dormansi sudah selesai akan mulai masa perkecambahan,tetapi pada biji flamboyan akibat adanya suhu kejutan tersebut terjadi perubahan pada struktur membran biji, sehingga embrio menjadi rusak dan biji mengalami pembusukan.
3. Biji yang direndam dengan air destilat selama 1 jam
Pada perlakuan dengan direndam air destilat selam 1 jam merupakan tehnik yang umum dilakukan pada benih yang akan disemaikan. Tetapi pada biji saga dan biji flamboyant hal tersebut kurang berpengaruh terhadap pematahan dormansi.
Pada percobaan yang telah dilakukan dengan merendam biji saga dan flamboyan pada air destilat. Setelah diamati selama 7 hari pada biji flamboyant mulai ditumbuhi jamur karena permukaan kulit flamboyant menjadi lembab sementara pada biji saga tidak berpengaruh sama sekali.
o Mekanisme kimia
1. Media yang dibasahi dengan Aquades
Pada biji saga dan flamboyan yang disemaikan di media yang dibasahi dengan aquades tidak terjadi perubahan secara signifikan, hanya pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur dalam jumlah yang sedikit sementara pada biji saga tidak terjadi perubahan.
2. Media yang dibasahi dengan Aquades dan HCl 5%
Penggunaan HCl 5% merupakan zat penghambat yang menyebabkan biji mengalami dormansi, hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa dormansi dapat terjadi karena zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adlah HCl 5% dan fumarin. Khususnya pada biji yang berkulit keras, Pada larutan yang diberikan pada biji juga berbeda – beda. Oleh karenanya tidak ada satupun ditemukan biji saga atau biji flamboyant yang berkecambah.
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa biji saga dan biji flamboyan yang diberi perlakuan bahan kimia dan air destilat serta Air panas baik pada hari ketiga maupun hari keenam tidaK AdA Yang berkecambah diduga karena waktu dan kondisi lingkungan belum memungkinkan untuk melakukan proses perkecambahan, sedang dengan teknik skarifikasi dormansi pada biji dapat dipatahkan sehingga dapat dilalui oleh air dan udara.Dengan perlakuan aquadest dormansi pada biji juga dapat dipatahkan melalui proses imbibisi dan aerasi karena biji saga dan biji flamboyant termasuk biji yang membutuhkan suhu rendah sesuai dengan literature bahwa dormansi karena kebutuhan biji akan suhu dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
G. KESIMPULAN
1. Dormansi pada biji saga dan biji flamboyant dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanik berupa pengikiran sehingga biji tersebut dapat berkecambah.
2. Dormansi pada biji saga dengan perlakuan fisik mempercepat pematahan dormansi.
3. Perendaman biji dengan air destilat dan air panas tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga maupun hari keenam.
4. Perendaman dengan air yang baru mendidih atau dengan kejutan suhu harus disesuaikan dengan jenis biji agar tidak terjadi kerusakan pada embrio.
5. Penggunaan larutan HCl 5% pada biji daga dan biji flamboyant tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga dan keenam.
6. Biji saga dan biji flamboyant yang tidak berkecambah rata-rata ditumbuhi oleh jamur yang dapat juga berperan sebagai penghambat terjadinya dormansi pada biji.
H.DAFTAR PUSTAKA
Champbell,R.M.2000. BIOLOGI JILID 2-Edisi Kelima. Penerbit Erlangga.jakarta.
Harjadi, S. S. 1986. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB Bandung, Bandung
Kuswanto, H.1996. Teknologi, Produksi, danSkarifikasi benih. (www.kompas.com). Diakses tanggal 26 November 2007.
Siregar, H.M. dan N.W. Utami. 1994. Perkecambahan biji kenari babi (Canarium decumanum Gaertn). Buletin Kebun Raya Indonesia 8 (1): 25-29
Soetopo, L., Ainurrasyid, dan Sesanti B. 1989. Pengaruh kualitas benih terhadap pertumbuhan dan produksi lombok besar (Capsicum annum L.). Agrivita 12 (1): 34-37
Wawo, A.H. 1981. Lamtoro sebagai pupuk hjau. Buletin Kebun Raya Indonesia 5 (2): 33-36
Anonim, 2010, Dormansi Biji dan Benih, http:// gosipsoup.blogspot.com/, diakses pada tanggal 24 Agustus 2010 pukul 11 :00
A.TUJUAN PRAKTIKUM :Mengamati dormansi pada biji yang disebabkan oleh kulit biji Yang keras secara mekanik dan kimia
B.TINJAUAN TEORITIS
Dormansi Biji
“Dorman “ artinya “tidur” atau beristirahat. Para ahli biologi menggunakan istilah itu untuk tahapan siklus hidup, seperti biji dorman yang memiliki laju metabolisme yang sangat lambat dan sedang tidak tumbuh dan berkembang,
Dormansi pada biji meningkatkan peluang bahwa perkecambahan akan terjadi pada waktu dan tempat yang paling menguntungkan bagi pertumbuhan biji. Pengakhiran periode dormansi umumnya memerlukan kondisi lingkungan yang tertentu.biji tumbuhan gurun misalnya , hanya berkecambah jika jumlah curah hujan yang memadai. Jika mereka harus berkecambha setelah hujan rintik-rintik yang sedang ,tanah mungkin akan terlalu cepat kering sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan biji, di tempat di mana kebakaran alamiah biasa terjadi, banyak biji memerlukan panas yang sangat tinggi untuk mengakhiri dormansi : dengan demikian pertumbuhanbiji menjadi paling berlimpah setelah api menghanguskan vegetasi yang menjadi saingannya tersebut ,di tempat di mana musim dingin sangat parah,biji mungkin memerlukan pemaparan terhadap cuaca dingin yang lebih lama, biji yang disemaikan selama musim panas atau musim gugur tidak akan berkecambah sampai musim semi berikutnya. Hal ini akan memastikan musim tumbuh yang panjang sebelum musim dingin berikutnya. Biji ynag sangat kecil seperti, beberapa biji dari varietas lettuce , memerlukan cahaya untuk perkecambahan dan akan mengakhiri dormansinya hanay jika di tanam cukup dangkal sehingga kecambah benih bias muncul menembus permukaan tanah. Beberapa biji memeiliki kulit penbungkus yang harus dilemahkan dengan senyawa- senyawa kimia ketika biji- biji tersebut melewati saluran pencernaan hewan dan akibatnya cenderung akan terbawa hingga jarak yang cukup jauh sebelum berkecambah.
Lama waktu dimana biji dorman masih hidup dan mampu berkecambah bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa decade atau bahkan lebih lam lagi, bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan .sebagian besar biji sangat tahan lama sehingga bisa tahan selama satu tahun atau dua tahun sampai kondisi memungkinkan untuk berkecambah. Dengan demikian tanah memiliki kumpulan biji yang belum berkecambah yang kemungkinan telah menumpuk selam beberapa tahun. Hal ini merupaka salah satu alasan mengapa vegetasi bisa muncul kembali sedemikian cepatnya setelah kejadian kebakaran,kekeringan, banjir. Atau beberapa bencana alam lainnya.
Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai dengan munculnya radicle dan plumule. Biasanya radicle keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Pada tahap ini proses respirasi mulai terjadi. Cadangan makanan yang tidak dapat dilarutkan diubah agar dapat dilarutkan, hormon auxin terbentuk pada endosperm dan kotiledon. Hormon tersebut dipindah ke jaringan meristem dan digunakan untuk pembentukan sel baru dan membebaskan energi kinetik (Edmond et al., 1975).
Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang dalam proses perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih yang berasal dari buah yang masih muda kualitasnya akan jelek, karena benih akan menjadi tipis, ringan, dan berkeriput apabila dikeringkan serta daya hidupnya sangat rendah. Dalam hal ini kemungkinan embrio belum berkembang sempurna dan cadangan makanan pada endosperm belum lengkap (Soetopo et al., 1989).
Perkecambahan (germination) merupakan serangkaian peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sejak benih dorman sampai ke bibit yang sedang tumbuh – tergantung pada variabilitas benih, kondisi lingkungan yang cocok dan pada beberapa tanaman tergantung pada usaha pemecahan dormansi. Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeabel dapat dirangsang dengan skarifikasi, yaitu pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeabel terhadap gas-gas dan air. Cara mekanik seperti pengamplasan merupakan cara yang paling umum yang biasa dilakukan (Harjadi, 1986).
Biji akan bekecambah setelah mengalami masa dorman yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudiment atau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan atau impermeabel, atau adanya penghambat tumbuh (Hidayat, 1995).
Dormansi merupakan fase istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif, karena mempunyai jaringan meristem. Pada fase ini pertumbuhan organ tersebut hanya terhenti sementara. Perhentian sementara ini hanya dinilai secara visual.
Klasifikasi Dormansi Biji
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Beberapa jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman. Perubahan – perubahan ini mungkin mencakup pembebasan hormone, absorpsi air, difusi oksigen ke dalam biji, difusi CO2 keluar dari biji, dan sebagainya ( Salisbury and Ross, 1995 ).
Dormansi dapat dibedakan menjadi endodormansi, paradormansi, dan ekodormansi. Endodormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang menyebabkan pengendalian pertumbuhan berasal dari sinyal endogen atau langsung lingkungan yan langsung diterima oleh organ itu sendiri. Paradormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang mengendalikan pertumbuhan berasal dari ( atau pertama diterima oleh ) organ selain organ yang mengalami dormansi. Sedangkan ekodormansi adalah dormansi yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan metabolisme yang mengakibatkan terhentinya pertumbuhan (Lakitan, 1996).
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
• Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
- mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
- fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
- kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
• Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:
- photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
- immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
- thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
Embrio belum terdiferensiasi
Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering. Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit. Dormansi dapat diatasi dengan perlakuan – perlakuan ; pemarutan atau penggoresan ( skarifikasi ) yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara ; melemaskan kulit benih dari sifat kerasnya ; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara periodik mengguncang – guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi ; perubahan suhu ; dan penggunaan zat kimia.( Kartasapoetra, 2003 )
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperatur, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
- jika kulit dikupas, embrio tumbuh
- embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
- embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
- perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
- akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.
Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif):
P650 : mengabsorbir di daerah merah
P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
• Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
• Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
• Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Perkecambahan biji yang mengandung kulit biji yang tidak permeable dapat dirangsang dengan skarifikasi – pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeable terhadap gas – gas dan air. Ini dapat tercapai dengan bermacam teknik, cara – cara mekanik termasuk tindakan pengempelasan merupakan tindakan yang paling umum. Tindakan air panas 100˚ C efektif untuk benih “ honey locust ”. Beberapa benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 ( Harjadi, 2002 ).
Dari biji ke benih
Perkecambahn biji bergantung pada imbibisi ,peneyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metaboloi,pada embrioyang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan . enzim- enzim akan mulai mencerna bahan-bahan yang pada endosperma atau kotiledon, dan nutrient- nutriennya dipindahkan ke bagian embrio yang sedang tumbuh. Mobilisasi cadangan –makanan ini telah dipelajari pada biji barley dan rumput-rumputan lainnya.
Organ pertama yang muncul pada biji berkecambah adalah radikula, yaitu akar embrionik. Berikutnya ujung tunas harus menembus permukaan tanah. Pada kacang ladang dan pada tumbuhan dikotil lainnya, hipokotil akan berbentuk seperti suatu kait, dan dalam pertumbuhan akan mendorong kait itu ke atas permukaaan tanah . dirangasang oleh cahaya , hipokotil akan tumbuh lurus, mengangkat kotiledon dan epikotil. Dengan demikian, ujung tunas yang lembut dan kotiledon yang sangat besar itu akan ditarik ke atas permukaaan tanah, bukan didorong oleh ujungnya melalui tanah yang abrasive. Sekarang epikotil menyebarkan helai daun pertamanya , yang mengembang, menjadi hijau , dan mulai membuat makanan melalui fotosintesis. Kotiledon akan layu dan rontok dari biji karena cadangan makanannya telah dihabiskan oleh embrio yang berkecambaha itu.
Cahaya kelihatannya menjadi petunjuk utama yang memberitahu benih bahwa ia telah menembus tanah. Kita dapat menipu biji kacang sehingga biji tersebut bertingkah laku seolah-olah ia masih terkubur dengan cara menegecambahkan biji dalam kegelapan. Biji yang tidak diterangi memperpanjang hipokotil yang berlebihan dengan suatu kait pada ujungnya yang, dan helai daun tidak akan mampu berubah warna menjadi hijau. Setelah biji kehabisan cadangan makanannya biji yang berbentuk gelondong akan berhenti tumbuh di kemudian hari.
Kacang polong , meskipun berada dalam family yang sama dengan buncis, memiliki gaya perkecambahanyang berbeda. Jagung dan rumput-rumputan lainnya yang merupakan monokotil, mengguanakan metode yang berbeda untuk menembus tanah ketika mereka berkecambah. Koleoptil , yaitu lapisan yang membungkus dan melindungi tunas embrionik, mendesak ke atas melalaui tanah menuju udara. Ujung tunasnya kemudian tumbuh lurus ke atas melalui saluran atau terowongan yang disediakan oleh koleoptil tubuler.
Perkecambahan suatu biji tumbuhan, seperti kelahiran atau penetasan seekor hewan,merupakan tahapan kritis dalam siklus hidup. Biji yang keras akan menghasilkan suatu benih yang yang sanagt rentan dan akan terpapar pada pemangsa, parasit, angin dan bahaya lainnya. Pada kehidupan liar, hanya sebagian kecil dari benih yang dapat bertahan cukup lama untuk menjadi dewasa. Produksi biji dan buah dalam jumlah besar adalah kompensasi terhadap rintangan dalam kelangsungan hidup individu yang akan memberikan cukup bahan bagi seleksi alam untuk menyeleksi kombinasi genetic yang paling berhasil. Namun demikian, ini merupakan cara reproduksi yang cukup mahal ditinjau dari sumber daya yang dikonsumsi dalam proses pembentukan bunga dan buah . Reproduksi aseksual, yang umumnya lebih sederhana dan kurang berbahaya bagi keturunan dibandingkan dengan reproduksi seksual, merupakan suatu cara alternatif untuk perbanyakan tumbuhan.
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
No Nama Alat Jumlah
1 Kikir 1 buah
2 Cawan Petri 10 buah
3 Erlenmeyer 1 buah
4 Pemanas Air 1 buah
b. Bahan
No Nama Bahan Jumlah
1 Biji Saga Seperlunya
2 Biji Flamboyan Seperlunya
3 Kapas Seperlunya
4 Air Seperlunya
5 Aquades Seperlunya
6 HCL 5% Seperlunya
7 Kertas Label Seperlunya
D.PROSEDUR KERJA
1. Secara Mekanik
a. Mengikir / mengasah biji saga pada bagian yang jauh dari embrio sampai kelihatan kotiledonnya
b. Merendam biji saga dengan air yang baru mendidih sampai airnya dingin
c. Merendam biji saga dengan air destilat/ aquades selama 1 jam
d. Meletakkan masing-masing kelompok biji saga di petri yang sebelumnya dialasi dengan kapas lembab yang ditetesi dengan air sampai keadaanya lembab ,memberi label , menempatkannya di tempat gelap pada suhu kamar
e. Mengamati setiap hari selama 7-10 hari , mencatat perkembangannya
f. Melakukan hal yang sama pada point A,B,C,D.dan E pada biji flamboyan
2. Secara kimia
a. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades
b. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades + 3 ml HCL 5 %
c. Meletakkan di tempat gelap pada suhu kamar
d. Mengamati setiap hari selama 7- 10 hari mencatat perkembangannya
e. Melakukan perlakuan poin A,B,C,D yang sama pada biji flamboyan
F.PEMBAHASAN
Daftar Pustaka
Dari data hasil pengamatan yang telah dilakukan selama tujuh hari terhadap biji tumbuhan saga dan biji tumbuhan flamboyan yang memgalami perlakuan mekanik dan kimia maka diperoleh hasil bahwa hanya pada perlakuan biji secara dikikir (mekanis) yang dapat berkecambah sedang pada perlakuan yang lainnya tidak berkecambah sama sekali.
Pada dasarnya dormansi dapat disebabkan karena mekanisme fisik berupa penghambat yang disebabkan oleh organ biji itu sendiri seperti embrio tidak dapat berkembang karena penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable, dan secara kimia yaitu berupa bagian biji / buah mengandung zat penghambat.
Dibawah ini akan saya sampaikan hasil pengamatan yang telah dilakukan :
o Mekanisme fisik
1. Biji yang dikikir
Pada biji saga perlakuan mekanis berupa pengikiran dilakukan untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air atau gas. Dari data hasil praktikum biji saga mulai menggembung pada hari ke 2 setelah perlakuan,hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji saga, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pada biji flamboyan perlakuan mekanis juga telah melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air dan gas. Dari data hasil praktikum pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur sedangkan pada biji saga tidak ditemukan. Dan menurut Sastramihardja fungi (jamur) dapat mematahkan dormansi. Pada hari ke 2 menggembung setelah perlakuan hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji flamboyan, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pemecahan penghalang kulit biji ini dinamakan skarifikasi atau penggoresan yang bisa menggunakan pisau,kikir,dan kertas amplas. Dialam,goresan tersebut mungkin terjadi akibat kerja mikroba,ketika biji melewati alat pencernaan pada burung,atau hewan lain,berada pada suhu yang berubah-ubah,terbawa air melintasi cadas atau pasir.
2. Biji yang direndam dalam air panas
Pematahan dormansi dengan perlakuan suhu yang tinggi dapat mematahkan dormansi ( biji direndam dengan air yang baru mendidih sampai air menjadi dingin kembali).Cara pematahan ini disebut juga sebagai skarifikasi yaitu merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih untuk mematahkan dormansi untuk mempercepat terjadinya perkecambahan biji sesuai dengan literature Anonimous(2007),tetapi dalam praktek ini tidak berhasil proses perkecambahannya,dimana Pada biji saga perendaman dengan air panas tidak mampu mempercepat perkecambahan setelah masa dormansi karena karbohidrat dalam sel kotiledon dan endosperm akan rusak dan terurai yang mengakibatkan aktivitas enzim berkurang sehingga amilum lebih aktif sebagai medium tempaat tumbuh jamur didukung oleh lingkungan yang lembab, dengan tumbuhnya jamur maka masa dormansi sudah selesai akan mulai masa perkecambahan,tetapi pada biji flamboyan akibat adanya suhu kejutan tersebut terjadi perubahan pada struktur membran biji, sehingga embrio menjadi rusak dan biji mengalami pembusukan.
3. Biji yang direndam dengan air destilat selama 1 jam
Pada perlakuan dengan direndam air destilat selam 1 jam merupakan tehnik yang umum dilakukan pada benih yang akan disemaikan. Tetapi pada biji saga dan biji flamboyant hal tersebut kurang berpengaruh terhadap pematahan dormansi.
Pada percobaan yang telah dilakukan dengan merendam biji saga dan flamboyan pada air destilat. Setelah diamati selama 7 hari pada biji flamboyant mulai ditumbuhi jamur karena permukaan kulit flamboyant menjadi lembab sementara pada biji saga tidak berpengaruh sama sekali.
o Mekanisme kimia
1. Media yang dibasahi dengan Aquades
Pada biji saga dan flamboyan yang disemaikan di media yang dibasahi dengan aquades tidak terjadi perubahan secara signifikan, hanya pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur dalam jumlah yang sedikit sementara pada biji saga tidak terjadi perubahan.
2. Media yang dibasahi dengan Aquades dan HCl 5%
Penggunaan HCl 5% merupakan zat penghambat yang menyebabkan biji mengalami dormansi, hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa dormansi dapat terjadi karena zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adlah HCl 5% dan fumarin. Khususnya pada biji yang berkulit keras, Pada larutan yang diberikan pada biji juga berbeda – beda. Oleh karenanya tidak ada satupun ditemukan biji saga atau biji flamboyant yang berkecambah.
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa biji saga dan biji flamboyan yang diberi perlakuan bahan kimia dan air destilat serta Air panas baik pada hari ketiga maupun hari keenam tidaK AdA Yang berkecambah diduga karena waktu dan kondisi lingkungan belum memungkinkan untuk melakukan proses perkecambahan, sedang dengan teknik skarifikasi dormansi pada biji dapat dipatahkan sehingga dapat dilalui oleh air dan udara.Dengan perlakuan aquadest dormansi pada biji juga dapat dipatahkan melalui proses imbibisi dan aerasi karena biji saga dan biji flamboyant termasuk biji yang membutuhkan suhu rendah sesuai dengan literature bahwa dormansi karena kebutuhan biji akan suhu dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
G. KESIMPULAN
1. Dormansi pada biji saga dan biji flamboyant dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanik berupa pengikiran sehingga biji tersebut dapat berkecambah.
2. Dormansi pada biji saga dengan perlakuan fisik mempercepat pematahan dormansi.
3. Perendaman biji dengan air destilat dan air panas tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga maupun hari keenam.
4. Perendaman dengan air yang baru mendidih atau dengan kejutan suhu harus disesuaikan dengan jenis biji agar tidak terjadi kerusakan pada embrio.
5. Penggunaan larutan HCl 5% pada biji daga dan biji flamboyant tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga dan keenam.
6. Biji saga dan biji flamboyant yang tidak berkecambah rata-rata ditumbuhi oleh jamur yang dapat juga berperan sebagai penghambat terjadinya dormansi pada biji.
H.DAFTAR PUSTAKA
Champbell,R.M.2000. BIOLOGI JILID 2-Edisi Kelima. Penerbit Erlangga.jakarta.
Harjadi, S. S. 1986. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB Bandung, Bandung
Kuswanto, H.1996. Teknologi, Produksi, danSkarifikasi benih. (www.kompas.com). Diakses tanggal 26 November 2007.
Siregar, H.M. dan N.W. Utami. 1994. Perkecambahan biji kenari babi (Canarium decumanum Gaertn). Buletin Kebun Raya Indonesia 8 (1): 25-29
Soetopo, L., Ainurrasyid, dan Sesanti B. 1989. Pengaruh kualitas benih terhadap pertumbuhan dan produksi lombok besar (Capsicum annum L.). Agrivita 12 (1): 34-37
Wawo, A.H. 1981. Lamtoro sebagai pupuk hjau. Buletin Kebun Raya Indonesia 5 (2): 33-36
Anonim, 2010, Dormansi Biji dan Benih, http:// gosipsoup.blogspot.com/, diakses pada tanggal 24 Agustus 2010 pukul 11 :00
DORMANSI PADA BIJI
A.TUJUAN PRAKTIKUM :Mengamati dormansi pada biji yang disebabkan oleh kulit biji Yang keras secara mekanik dan kimia
B.TINJAUAN TEORITIS
Dormansi Biji
“Dorman “ artinya “tidur” atau beristirahat. Para ahli biologi menggunakan istilah itu untuk tahapan siklus hidup, seperti biji dorman yang memiliki laju metabolisme yang sangat lambat dan sedang tidak tumbuh dan berkembang,
Dormansi pada biji meningkatkan peluang bahwa perkecambahan akan terjadi pada waktu dan tempat yang paling menguntungkan bagi pertumbuhan biji. Pengakhiran periode dormansi umumnya memerlukan kondisi lingkungan yang tertentu.biji tumbuhan gurun misalnya , hanya berkecambah jika jumlah curah hujan yang memadai. Jika mereka harus berkecambha setelah hujan rintik-rintik yang sedang ,tanah mungkin akan terlalu cepat kering sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan biji, di tempat di mana kebakaran alamiah biasa terjadi, banyak biji memerlukan panas yang sangat tinggi untuk mengakhiri dormansi : dengan demikian pertumbuhanbiji menjadi paling berlimpah setelah api menghanguskan vegetasi yang menjadi saingannya tersebut ,di tempat di mana musim dingin sangat parah,biji mungkin memerlukan pemaparan terhadap cuaca dingin yang lebih lama, biji yang disemaikan selama musim panas atau musim gugur tidak akan berkecambah sampai musim semi berikutnya. Hal ini akan memastikan musim tumbuh yang panjang sebelum musim dingin berikutnya. Biji ynag sangat kecil seperti, beberapa biji dari varietas lettuce , memerlukan cahaya untuk perkecambahan dan akan mengakhiri dormansinya hanay jika di tanam cukup dangkal sehingga kecambah benih bias muncul menembus permukaan tanah. Beberapa biji memeiliki kulit penbungkus yang harus dilemahkan dengan senyawa- senyawa kimia ketika biji- biji tersebut melewati saluran pencernaan hewan dan akibatnya cenderung akan terbawa hingga jarak yang cukup jauh sebelum berkecambah.
Lama waktu dimana biji dorman masih hidup dan mampu berkecambah bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa decade atau bahkan lebih lam lagi, bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan .sebagian besar biji sangat tahan lama sehingga bisa tahan selama satu tahun atau dua tahun sampai kondisi memungkinkan untuk berkecambah. Dengan demikian tanah memiliki kumpulan biji yang belum berkecambah yang kemungkinan telah menumpuk selam beberapa tahun. Hal ini merupaka salah satu alasan mengapa vegetasi bisa muncul kembali sedemikian cepatnya setelah kejadian kebakaran,kekeringan, banjir. Atau beberapa bencana alam lainnya.
Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai dengan munculnya radicle dan plumule. Biasanya radicle keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Pada tahap ini proses respirasi mulai terjadi. Cadangan makanan yang tidak dapat dilarutkan diubah agar dapat dilarutkan, hormon auxin terbentuk pada endosperm dan kotiledon. Hormon tersebut dipindah ke jaringan meristem dan digunakan untuk pembentukan sel baru dan membebaskan energi kinetik (Edmond et al., 1975).
Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang dalam proses perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih yang berasal dari buah yang masih muda kualitasnya akan jelek, karena benih akan menjadi tipis, ringan, dan berkeriput apabila dikeringkan serta daya hidupnya sangat rendah. Dalam hal ini kemungkinan embrio belum berkembang sempurna dan cadangan makanan pada endosperm belum lengkap (Soetopo et al., 1989).
Perkecambahan (germination) merupakan serangkaian peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sejak benih dorman sampai ke bibit yang sedang tumbuh – tergantung pada variabilitas benih, kondisi lingkungan yang cocok dan pada beberapa tanaman tergantung pada usaha pemecahan dormansi. Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeabel dapat dirangsang dengan skarifikasi, yaitu pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeabel terhadap gas-gas dan air. Cara mekanik seperti pengamplasan merupakan cara yang paling umum yang biasa dilakukan (Harjadi, 1986).
Biji akan bekecambah setelah mengalami masa dorman yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudiment atau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan atau impermeabel, atau adanya penghambat tumbuh (Hidayat, 1995).
Dormansi merupakan fase istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif, karena mempunyai jaringan meristem. Pada fase ini pertumbuhan organ tersebut hanya terhenti sementara. Perhentian sementara ini hanya dinilai secara visual.
Klasifikasi Dormansi Biji
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Beberapa jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman. Perubahan – perubahan ini mungkin mencakup pembebasan hormone, absorpsi air, difusi oksigen ke dalam biji, difusi CO2 keluar dari biji, dan sebagainya ( Salisbury and Ross, 1995 ).
Dormansi dapat dibedakan menjadi endodormansi, paradormansi, dan ekodormansi. Endodormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang menyebabkan pengendalian pertumbuhan berasal dari sinyal endogen atau langsung lingkungan yan langsung diterima oleh organ itu sendiri. Paradormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang mengendalikan pertumbuhan berasal dari ( atau pertama diterima oleh ) organ selain organ yang mengalami dormansi. Sedangkan ekodormansi adalah dormansi yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan metabolisme yang mengakibatkan terhentinya pertumbuhan (Lakitan, 1996).
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
• Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
- mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
- fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
- kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
• Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:
- photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
- immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
- thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
Embrio belum terdiferensiasi
Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering. Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit. Dormansi dapat diatasi dengan perlakuan – perlakuan ; pemarutan atau penggoresan ( skarifikasi ) yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara ; melemaskan kulit benih dari sifat kerasnya ; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara periodik mengguncang – guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi ; perubahan suhu ; dan penggunaan zat kimia.( Kartasapoetra, 2003 )
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperatur, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
- jika kulit dikupas, embrio tumbuh
- embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
- embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
- perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
- akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.
Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif):
P650 : mengabsorbir di daerah merah
P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
• Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
• Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
• Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Perkecambahan biji yang mengandung kulit biji yang tidak permeable dapat dirangsang dengan skarifikasi – pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeable terhadap gas – gas dan air. Ini dapat tercapai dengan bermacam teknik, cara – cara mekanik termasuk tindakan pengempelasan merupakan tindakan yang paling umum. Tindakan air panas 100˚ C efektif untuk benih “ honey locust ”. Beberapa benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 ( Harjadi, 2002 ).
Dari biji ke benih
Perkecambahn biji bergantung pada imbibisi ,peneyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metaboloi,pada embrioyang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan . enzim- enzim akan mulai mencerna bahan-bahan yang pada endosperma atau kotiledon, dan nutrient- nutriennya dipindahkan ke bagian embrio yang sedang tumbuh. Mobilisasi cadangan –makanan ini telah dipelajari pada biji barley dan rumput-rumputan lainnya.
Organ pertama yang muncul pada biji berkecambah adalah radikula, yaitu akar embrionik. Berikutnya ujung tunas harus menembus permukaan tanah. Pada kacang ladang dan pada tumbuhan dikotil lainnya, hipokotil akan berbentuk seperti suatu kait, dan dalam pertumbuhan akan mendorong kait itu ke atas permukaaan tanah . dirangasang oleh cahaya , hipokotil akan tumbuh lurus, mengangkat kotiledon dan epikotil. Dengan demikian, ujung tunas yang lembut dan kotiledon yang sangat besar itu akan ditarik ke atas permukaaan tanah, bukan didorong oleh ujungnya melalui tanah yang abrasive. Sekarang epikotil menyebarkan helai daun pertamanya , yang mengembang, menjadi hijau , dan mulai membuat makanan melalui fotosintesis. Kotiledon akan layu dan rontok dari biji karena cadangan makanannya telah dihabiskan oleh embrio yang berkecambaha itu.
Cahaya kelihatannya menjadi petunjuk utama yang memberitahu benih bahwa ia telah menembus tanah. Kita dapat menipu biji kacang sehingga biji tersebut bertingkah laku seolah-olah ia masih terkubur dengan cara menegecambahkan biji dalam kegelapan. Biji yang tidak diterangi memperpanjang hipokotil yang berlebihan dengan suatu kait pada ujungnya yang, dan helai daun tidak akan mampu berubah warna menjadi hijau. Setelah biji kehabisan cadangan makanannya biji yang berbentuk gelondong akan berhenti tumbuh di kemudian hari.
Kacang polong , meskipun berada dalam family yang sama dengan buncis, memiliki gaya perkecambahanyang berbeda. Jagung dan rumput-rumputan lainnya yang merupakan monokotil, mengguanakan metode yang berbeda untuk menembus tanah ketika mereka berkecambah. Koleoptil , yaitu lapisan yang membungkus dan melindungi tunas embrionik, mendesak ke atas melalaui tanah menuju udara. Ujung tunasnya kemudian tumbuh lurus ke atas melalui saluran atau terowongan yang disediakan oleh koleoptil tubuler.
Perkecambahan suatu biji tumbuhan, seperti kelahiran atau penetasan seekor hewan,merupakan tahapan kritis dalam siklus hidup. Biji yang keras akan menghasilkan suatu benih yang yang sanagt rentan dan akan terpapar pada pemangsa, parasit, angin dan bahaya lainnya. Pada kehidupan liar, hanya sebagian kecil dari benih yang dapat bertahan cukup lama untuk menjadi dewasa. Produksi biji dan buah dalam jumlah besar adalah kompensasi terhadap rintangan dalam kelangsungan hidup individu yang akan memberikan cukup bahan bagi seleksi alam untuk menyeleksi kombinasi genetic yang paling berhasil. Namun demikian, ini merupakan cara reproduksi yang cukup mahal ditinjau dari sumber daya yang dikonsumsi dalam proses pembentukan bunga dan buah . Reproduksi aseksual, yang umumnya lebih sederhana dan kurang berbahaya bagi keturunan dibandingkan dengan reproduksi seksual, merupakan suatu cara alternatif untuk perbanyakan tumbuhan.
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
No Nama Alat Jumlah
1 Kikir 1 buah
2 Cawan Petri 10 buah
3 Erlenmeyer 1 buah
4 Pemanas Air 1 buah
b. Bahan
No Nama Bahan Jumlah
1 Biji Saga Seperlunya
2 Biji Flamboyan Seperlunya
3 Kapas Seperlunya
4 Air Seperlunya
5 Aquades Seperlunya
6 HCL 5% Seperlunya
7 Kertas Label Seperlunya
D.PROSEDUR KERJA
1. Secara Mekanik
a. Mengikir / mengasah biji saga pada bagian yang jauh dari embrio sampai kelihatan kotiledonnya
b. Merendam biji saga dengan air yang baru mendidih sampai airnya dingin
c. Merendam biji saga dengan air destilat/ aquades selama 1 jam
d. Meletakkan masing-masing kelompok biji saga di petri yang sebelumnya dialasi dengan kapas lembab yang ditetesi dengan air sampai keadaanya lembab ,memberi label , menempatkannya di tempat gelap pada suhu kamar
e. Mengamati setiap hari selama 7-10 hari , mencatat perkembangannya
f. Melakukan hal yang sama pada point A,B,C,D.dan E pada biji flamboyan
2. Secara kimia
a. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades
b. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades + 3 ml HCL 5 %
c. Meletakkan di tempat gelap pada suhu kamar
d. Mengamati setiap hari selama 7- 10 hari mencatat perkembangannya
e. Melakukan perlakuan poin A,B,C,D yang sama pada biji flamboyan
F.PEMBAHASAN
Daftar Pustaka
Dari data hasil pengamatan yang telah dilakukan selama tujuh hari terhadap biji tumbuhan saga dan biji tumbuhan flamboyan yang memgalami perlakuan mekanik dan kimia maka diperoleh hasil bahwa hanya pada perlakuan biji secara dikikir (mekanis) yang dapat berkecambah sedang pada perlakuan yang lainnya tidak berkecambah sama sekali.
Pada dasarnya dormansi dapat disebabkan karena mekanisme fisik berupa penghambat yang disebabkan oleh organ biji itu sendiri seperti embrio tidak dapat berkembang karena penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable, dan secara kimia yaitu berupa bagian biji / buah mengandung zat penghambat.
Dibawah ini akan saya sampaikan hasil pengamatan yang telah dilakukan :
o Mekanisme fisik
1. Biji yang dikikir
Pada biji saga perlakuan mekanis berupa pengikiran dilakukan untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air atau gas. Dari data hasil praktikum biji saga mulai menggembung pada hari ke 2 setelah perlakuan,hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji saga, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pada biji flamboyan perlakuan mekanis juga telah melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air dan gas. Dari data hasil praktikum pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur sedangkan pada biji saga tidak ditemukan. Dan menurut Sastramihardja fungi (jamur) dapat mematahkan dormansi. Pada hari ke 2 menggembung setelah perlakuan hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji flamboyan, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pemecahan penghalang kulit biji ini dinamakan skarifikasi atau penggoresan yang bisa menggunakan pisau,kikir,dan kertas amplas. Dialam,goresan tersebut mungkin terjadi akibat kerja mikroba,ketika biji melewati alat pencernaan pada burung,atau hewan lain,berada pada suhu yang berubah-ubah,terbawa air melintasi cadas atau pasir.
2. Biji yang direndam dalam air panas
Pematahan dormansi dengan perlakuan suhu yang tinggi dapat mematahkan dormansi ( biji direndam dengan air yang baru mendidih sampai air menjadi dingin kembali).Cara pematahan ini disebut juga sebagai skarifikasi yaitu merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih untuk mematahkan dormansi untuk mempercepat terjadinya perkecambahan biji sesuai dengan literature Anonimous(2007),tetapi dalam praktek ini tidak berhasil proses perkecambahannya,dimana Pada biji saga perendaman dengan air panas tidak mampu mempercepat perkecambahan setelah masa dormansi karena karbohidrat dalam sel kotiledon dan endosperm akan rusak dan terurai yang mengakibatkan aktivitas enzim berkurang sehingga amilum lebih aktif sebagai medium tempaat tumbuh jamur didukung oleh lingkungan yang lembab, dengan tumbuhnya jamur maka masa dormansi sudah selesai akan mulai masa perkecambahan,tetapi pada biji flamboyan akibat adanya suhu kejutan tersebut terjadi perubahan pada struktur membran biji, sehingga embrio menjadi rusak dan biji mengalami pembusukan.
3. Biji yang direndam dengan air destilat selama 1 jam
Pada perlakuan dengan direndam air destilat selam 1 jam merupakan tehnik yang umum dilakukan pada benih yang akan disemaikan. Tetapi pada biji saga dan biji flamboyant hal tersebut kurang berpengaruh terhadap pematahan dormansi.
Pada percobaan yang telah dilakukan dengan merendam biji saga dan flamboyan pada air destilat. Setelah diamati selama 7 hari pada biji flamboyant mulai ditumbuhi jamur karena permukaan kulit flamboyant menjadi lembab sementara pada biji saga tidak berpengaruh sama sekali.
o Mekanisme kimia
1. Media yang dibasahi dengan Aquades
Pada biji saga dan flamboyan yang disemaikan di media yang dibasahi dengan aquades tidak terjadi perubahan secara signifikan, hanya pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur dalam jumlah yang sedikit sementara pada biji saga tidak terjadi perubahan.
2. Media yang dibasahi dengan Aquades dan HCl 5%
Penggunaan HCl 5% merupakan zat penghambat yang menyebabkan biji mengalami dormansi, hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa dormansi dapat terjadi karena zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adlah HCl 5% dan fumarin. Khususnya pada biji yang berkulit keras, Pada larutan yang diberikan pada biji juga berbeda – beda. Oleh karenanya tidak ada satupun ditemukan biji saga atau biji flamboyant yang berkecambah.
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa biji saga dan biji flamboyan yang diberi perlakuan bahan kimia dan air destilat serta Air panas baik pada hari ketiga maupun hari keenam tidaK AdA Yang berkecambah diduga karena waktu dan kondisi lingkungan belum memungkinkan untuk melakukan proses perkecambahan, sedang dengan teknik skarifikasi dormansi pada biji dapat dipatahkan sehingga dapat dilalui oleh air dan udara.Dengan perlakuan aquadest dormansi pada biji juga dapat dipatahkan melalui proses imbibisi dan aerasi karena biji saga dan biji flamboyant termasuk biji yang membutuhkan suhu rendah sesuai dengan literature bahwa dormansi karena kebutuhan biji akan suhu dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
G. KESIMPULAN
1. Dormansi pada biji saga dan biji flamboyant dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanik berupa pengikiran sehingga biji tersebut dapat berkecambah.
2. Dormansi pada biji saga dengan perlakuan fisik mempercepat pematahan dormansi.
3. Perendaman biji dengan air destilat dan air panas tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga maupun hari keenam.
4. Perendaman dengan air yang baru mendidih atau dengan kejutan suhu harus disesuaikan dengan jenis biji agar tidak terjadi kerusakan pada embrio.
5. Penggunaan larutan HCl 5% pada biji daga dan biji flamboyant tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga dan keenam.
6. Biji saga dan biji flamboyant yang tidak berkecambah rata-rata ditumbuhi oleh jamur yang dapat juga berperan sebagai penghambat terjadinya dormansi pada biji.
H.DAFTAR PUSTAKA
Champbell,R.M.2000. BIOLOGI JILID 2-Edisi Kelima. Penerbit Erlangga.jakarta.
Harjadi, S. S. 1986. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB Bandung, Bandung
Kuswanto, H.1996. Teknologi, Produksi, danSkarifikasi benih. (www.kompas.com). Diakses tanggal 26 November 2007.
Siregar, H.M. dan N.W. Utami. 1994. Perkecambahan biji kenari babi (Canarium decumanum Gaertn). Buletin Kebun Raya Indonesia 8 (1): 25-29
Soetopo, L., Ainurrasyid, dan Sesanti B. 1989. Pengaruh kualitas benih terhadap pertumbuhan dan produksi lombok besar (Capsicum annum L.). Agrivita 12 (1): 34-37
Wawo, A.H. 1981. Lamtoro sebagai pupuk hjau. Buletin Kebun Raya Indonesia 5 (2): 33-36
Anonim, 2010, Dormansi Biji dan Benih, http:// gosipsoup.blogspot.com/, diakses pada tanggal 24 Agustus 2010 pukul 11 :00
DORMANSI PADA BIJI
A.TUJUAN PRAKTIKUM :Mengamati dormansi pada biji yang disebabkan oleh kulit biji Yang keras secara mekanik dan kimia
B.TINJAUAN TEORITIS
Dormansi Biji
“Dorman “ artinya “tidur” atau beristirahat. Para ahli biologi menggunakan istilah itu untuk tahapan siklus hidup, seperti biji dorman yang memiliki laju metabolisme yang sangat lambat dan sedang tidak tumbuh dan berkembang,
Dormansi pada biji meningkatkan peluang bahwa perkecambahan akan terjadi pada waktu dan tempat yang paling menguntungkan bagi pertumbuhan biji. Pengakhiran periode dormansi umumnya memerlukan kondisi lingkungan yang tertentu.biji tumbuhan gurun misalnya , hanya berkecambah jika jumlah curah hujan yang memadai. Jika mereka harus berkecambha setelah hujan rintik-rintik yang sedang ,tanah mungkin akan terlalu cepat kering sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan biji, di tempat di mana kebakaran alamiah biasa terjadi, banyak biji memerlukan panas yang sangat tinggi untuk mengakhiri dormansi : dengan demikian pertumbuhanbiji menjadi paling berlimpah setelah api menghanguskan vegetasi yang menjadi saingannya tersebut ,di tempat di mana musim dingin sangat parah,biji mungkin memerlukan pemaparan terhadap cuaca dingin yang lebih lama, biji yang disemaikan selama musim panas atau musim gugur tidak akan berkecambah sampai musim semi berikutnya. Hal ini akan memastikan musim tumbuh yang panjang sebelum musim dingin berikutnya. Biji ynag sangat kecil seperti, beberapa biji dari varietas lettuce , memerlukan cahaya untuk perkecambahan dan akan mengakhiri dormansinya hanay jika di tanam cukup dangkal sehingga kecambah benih bias muncul menembus permukaan tanah. Beberapa biji memeiliki kulit penbungkus yang harus dilemahkan dengan senyawa- senyawa kimia ketika biji- biji tersebut melewati saluran pencernaan hewan dan akibatnya cenderung akan terbawa hingga jarak yang cukup jauh sebelum berkecambah.
Lama waktu dimana biji dorman masih hidup dan mampu berkecambah bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa decade atau bahkan lebih lam lagi, bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan .sebagian besar biji sangat tahan lama sehingga bisa tahan selama satu tahun atau dua tahun sampai kondisi memungkinkan untuk berkecambah. Dengan demikian tanah memiliki kumpulan biji yang belum berkecambah yang kemungkinan telah menumpuk selam beberapa tahun. Hal ini merupaka salah satu alasan mengapa vegetasi bisa muncul kembali sedemikian cepatnya setelah kejadian kebakaran,kekeringan, banjir. Atau beberapa bencana alam lainnya.
Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai dengan munculnya radicle dan plumule. Biasanya radicle keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Pada tahap ini proses respirasi mulai terjadi. Cadangan makanan yang tidak dapat dilarutkan diubah agar dapat dilarutkan, hormon auxin terbentuk pada endosperm dan kotiledon. Hormon tersebut dipindah ke jaringan meristem dan digunakan untuk pembentukan sel baru dan membebaskan energi kinetik (Edmond et al., 1975).
Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang dalam proses perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih yang berasal dari buah yang masih muda kualitasnya akan jelek, karena benih akan menjadi tipis, ringan, dan berkeriput apabila dikeringkan serta daya hidupnya sangat rendah. Dalam hal ini kemungkinan embrio belum berkembang sempurna dan cadangan makanan pada endosperm belum lengkap (Soetopo et al., 1989).
Perkecambahan (germination) merupakan serangkaian peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sejak benih dorman sampai ke bibit yang sedang tumbuh – tergantung pada variabilitas benih, kondisi lingkungan yang cocok dan pada beberapa tanaman tergantung pada usaha pemecahan dormansi. Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeabel dapat dirangsang dengan skarifikasi, yaitu pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeabel terhadap gas-gas dan air. Cara mekanik seperti pengamplasan merupakan cara yang paling umum yang biasa dilakukan (Harjadi, 1986).
Biji akan bekecambah setelah mengalami masa dorman yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudiment atau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan atau impermeabel, atau adanya penghambat tumbuh (Hidayat, 1995).
Dormansi merupakan fase istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif, karena mempunyai jaringan meristem. Pada fase ini pertumbuhan organ tersebut hanya terhenti sementara. Perhentian sementara ini hanya dinilai secara visual.
Klasifikasi Dormansi Biji
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Beberapa jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman. Perubahan – perubahan ini mungkin mencakup pembebasan hormone, absorpsi air, difusi oksigen ke dalam biji, difusi CO2 keluar dari biji, dan sebagainya ( Salisbury and Ross, 1995 ).
Dormansi dapat dibedakan menjadi endodormansi, paradormansi, dan ekodormansi. Endodormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang menyebabkan pengendalian pertumbuhan berasal dari sinyal endogen atau langsung lingkungan yan langsung diterima oleh organ itu sendiri. Paradormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang mengendalikan pertumbuhan berasal dari ( atau pertama diterima oleh ) organ selain organ yang mengalami dormansi. Sedangkan ekodormansi adalah dormansi yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan metabolisme yang mengakibatkan terhentinya pertumbuhan (Lakitan, 1996).
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
• Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
- mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
- fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
- kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
• Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:
- photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
- immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
- thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
Embrio belum terdiferensiasi
Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering. Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit. Dormansi dapat diatasi dengan perlakuan – perlakuan ; pemarutan atau penggoresan ( skarifikasi ) yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara ; melemaskan kulit benih dari sifat kerasnya ; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara periodik mengguncang – guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi ; perubahan suhu ; dan penggunaan zat kimia.( Kartasapoetra, 2003 )
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperatur, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
- jika kulit dikupas, embrio tumbuh
- embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
- embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
- perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
- akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.
Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif):
P650 : mengabsorbir di daerah merah
P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
• Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
• Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
• Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Perkecambahan biji yang mengandung kulit biji yang tidak permeable dapat dirangsang dengan skarifikasi – pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeable terhadap gas – gas dan air. Ini dapat tercapai dengan bermacam teknik, cara – cara mekanik termasuk tindakan pengempelasan merupakan tindakan yang paling umum. Tindakan air panas 100˚ C efektif untuk benih “ honey locust ”. Beberapa benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 ( Harjadi, 2002 ).
Dari biji ke benih
Perkecambahn biji bergantung pada imbibisi ,peneyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metaboloi,pada embrioyang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan . enzim- enzim akan mulai mencerna bahan-bahan yang pada endosperma atau kotiledon, dan nutrient- nutriennya dipindahkan ke bagian embrio yang sedang tumbuh. Mobilisasi cadangan –makanan ini telah dipelajari pada biji barley dan rumput-rumputan lainnya.
Organ pertama yang muncul pada biji berkecambah adalah radikula, yaitu akar embrionik. Berikutnya ujung tunas harus menembus permukaan tanah. Pada kacang ladang dan pada tumbuhan dikotil lainnya, hipokotil akan berbentuk seperti suatu kait, dan dalam pertumbuhan akan mendorong kait itu ke atas permukaaan tanah . dirangasang oleh cahaya , hipokotil akan tumbuh lurus, mengangkat kotiledon dan epikotil. Dengan demikian, ujung tunas yang lembut dan kotiledon yang sangat besar itu akan ditarik ke atas permukaaan tanah, bukan didorong oleh ujungnya melalui tanah yang abrasive. Sekarang epikotil menyebarkan helai daun pertamanya , yang mengembang, menjadi hijau , dan mulai membuat makanan melalui fotosintesis. Kotiledon akan layu dan rontok dari biji karena cadangan makanannya telah dihabiskan oleh embrio yang berkecambaha itu.
Cahaya kelihatannya menjadi petunjuk utama yang memberitahu benih bahwa ia telah menembus tanah. Kita dapat menipu biji kacang sehingga biji tersebut bertingkah laku seolah-olah ia masih terkubur dengan cara menegecambahkan biji dalam kegelapan. Biji yang tidak diterangi memperpanjang hipokotil yang berlebihan dengan suatu kait pada ujungnya yang, dan helai daun tidak akan mampu berubah warna menjadi hijau. Setelah biji kehabisan cadangan makanannya biji yang berbentuk gelondong akan berhenti tumbuh di kemudian hari.
Kacang polong , meskipun berada dalam family yang sama dengan buncis, memiliki gaya perkecambahanyang berbeda. Jagung dan rumput-rumputan lainnya yang merupakan monokotil, mengguanakan metode yang berbeda untuk menembus tanah ketika mereka berkecambah. Koleoptil , yaitu lapisan yang membungkus dan melindungi tunas embrionik, mendesak ke atas melalaui tanah menuju udara. Ujung tunasnya kemudian tumbuh lurus ke atas melalui saluran atau terowongan yang disediakan oleh koleoptil tubuler.
Perkecambahan suatu biji tumbuhan, seperti kelahiran atau penetasan seekor hewan,merupakan tahapan kritis dalam siklus hidup. Biji yang keras akan menghasilkan suatu benih yang yang sanagt rentan dan akan terpapar pada pemangsa, parasit, angin dan bahaya lainnya. Pada kehidupan liar, hanya sebagian kecil dari benih yang dapat bertahan cukup lama untuk menjadi dewasa. Produksi biji dan buah dalam jumlah besar adalah kompensasi terhadap rintangan dalam kelangsungan hidup individu yang akan memberikan cukup bahan bagi seleksi alam untuk menyeleksi kombinasi genetic yang paling berhasil. Namun demikian, ini merupakan cara reproduksi yang cukup mahal ditinjau dari sumber daya yang dikonsumsi dalam proses pembentukan bunga dan buah . Reproduksi aseksual, yang umumnya lebih sederhana dan kurang berbahaya bagi keturunan dibandingkan dengan reproduksi seksual, merupakan suatu cara alternatif untuk perbanyakan tumbuhan.
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
No Nama Alat Jumlah
1 Kikir 1 buah
2 Cawan Petri 10 buah
3 Erlenmeyer 1 buah
4 Pemanas Air 1 buah
b. Bahan
No Nama Bahan Jumlah
1 Biji Saga Seperlunya
2 Biji Flamboyan Seperlunya
3 Kapas Seperlunya
4 Air Seperlunya
5 Aquades Seperlunya
6 HCL 5% Seperlunya
7 Kertas Label Seperlunya
D.PROSEDUR KERJA
1. Secara Mekanik
a. Mengikir / mengasah biji saga pada bagian yang jauh dari embrio sampai kelihatan kotiledonnya
b. Merendam biji saga dengan air yang baru mendidih sampai airnya dingin
c. Merendam biji saga dengan air destilat/ aquades selama 1 jam
d. Meletakkan masing-masing kelompok biji saga di petri yang sebelumnya dialasi dengan kapas lembab yang ditetesi dengan air sampai keadaanya lembab ,memberi label , menempatkannya di tempat gelap pada suhu kamar
e. Mengamati setiap hari selama 7-10 hari , mencatat perkembangannya
f. Melakukan hal yang sama pada point A,B,C,D.dan E pada biji flamboyan
2. Secara kimia
a. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades
b. Meletakkan biji saga pada cawan petri yang telah dilapisi dengan kapas lembab yang terlebih dahulu ditetesi dengan aquades + 3 ml HCL 5 %
c. Meletakkan di tempat gelap pada suhu kamar
d. Mengamati setiap hari selama 7- 10 hari mencatat perkembangannya
e. Melakukan perlakuan poin A,B,C,D yang sama pada biji flamboyan
F.PEMBAHASAN
Daftar Pustaka
Dari data hasil pengamatan yang telah dilakukan selama tujuh hari terhadap biji tumbuhan saga dan biji tumbuhan flamboyan yang memgalami perlakuan mekanik dan kimia maka diperoleh hasil bahwa hanya pada perlakuan biji secara dikikir (mekanis) yang dapat berkecambah sedang pada perlakuan yang lainnya tidak berkecambah sama sekali.
Pada dasarnya dormansi dapat disebabkan karena mekanisme fisik berupa penghambat yang disebabkan oleh organ biji itu sendiri seperti embrio tidak dapat berkembang karena penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable, dan secara kimia yaitu berupa bagian biji / buah mengandung zat penghambat.
Dibawah ini akan saya sampaikan hasil pengamatan yang telah dilakukan :
o Mekanisme fisik
1. Biji yang dikikir
Pada biji saga perlakuan mekanis berupa pengikiran dilakukan untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air atau gas. Dari data hasil praktikum biji saga mulai menggembung pada hari ke 2 setelah perlakuan,hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji saga, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pada biji flamboyan perlakuan mekanis juga telah melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air dan gas. Dari data hasil praktikum pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur sedangkan pada biji saga tidak ditemukan. Dan menurut Sastramihardja fungi (jamur) dapat mematahkan dormansi. Pada hari ke 2 menggembung setelah perlakuan hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji flamboyan, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pemecahan penghalang kulit biji ini dinamakan skarifikasi atau penggoresan yang bisa menggunakan pisau,kikir,dan kertas amplas. Dialam,goresan tersebut mungkin terjadi akibat kerja mikroba,ketika biji melewati alat pencernaan pada burung,atau hewan lain,berada pada suhu yang berubah-ubah,terbawa air melintasi cadas atau pasir.
2. Biji yang direndam dalam air panas
Pematahan dormansi dengan perlakuan suhu yang tinggi dapat mematahkan dormansi ( biji direndam dengan air yang baru mendidih sampai air menjadi dingin kembali).Cara pematahan ini disebut juga sebagai skarifikasi yaitu merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih untuk mematahkan dormansi untuk mempercepat terjadinya perkecambahan biji sesuai dengan literature Anonimous(2007),tetapi dalam praktek ini tidak berhasil proses perkecambahannya,dimana Pada biji saga perendaman dengan air panas tidak mampu mempercepat perkecambahan setelah masa dormansi karena karbohidrat dalam sel kotiledon dan endosperm akan rusak dan terurai yang mengakibatkan aktivitas enzim berkurang sehingga amilum lebih aktif sebagai medium tempaat tumbuh jamur didukung oleh lingkungan yang lembab, dengan tumbuhnya jamur maka masa dormansi sudah selesai akan mulai masa perkecambahan,tetapi pada biji flamboyan akibat adanya suhu kejutan tersebut terjadi perubahan pada struktur membran biji, sehingga embrio menjadi rusak dan biji mengalami pembusukan.
3. Biji yang direndam dengan air destilat selama 1 jam
Pada perlakuan dengan direndam air destilat selam 1 jam merupakan tehnik yang umum dilakukan pada benih yang akan disemaikan. Tetapi pada biji saga dan biji flamboyant hal tersebut kurang berpengaruh terhadap pematahan dormansi.
Pada percobaan yang telah dilakukan dengan merendam biji saga dan flamboyan pada air destilat. Setelah diamati selama 7 hari pada biji flamboyant mulai ditumbuhi jamur karena permukaan kulit flamboyant menjadi lembab sementara pada biji saga tidak berpengaruh sama sekali.
o Mekanisme kimia
1. Media yang dibasahi dengan Aquades
Pada biji saga dan flamboyan yang disemaikan di media yang dibasahi dengan aquades tidak terjadi perubahan secara signifikan, hanya pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur dalam jumlah yang sedikit sementara pada biji saga tidak terjadi perubahan.
2. Media yang dibasahi dengan Aquades dan HCl 5%
Penggunaan HCl 5% merupakan zat penghambat yang menyebabkan biji mengalami dormansi, hal ini sesuai dengan literature yang mengatakan bahwa dormansi dapat terjadi karena zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adlah HCl 5% dan fumarin. Khususnya pada biji yang berkulit keras, Pada larutan yang diberikan pada biji juga berbeda – beda. Oleh karenanya tidak ada satupun ditemukan biji saga atau biji flamboyant yang berkecambah.
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa biji saga dan biji flamboyan yang diberi perlakuan bahan kimia dan air destilat serta Air panas baik pada hari ketiga maupun hari keenam tidaK AdA Yang berkecambah diduga karena waktu dan kondisi lingkungan belum memungkinkan untuk melakukan proses perkecambahan, sedang dengan teknik skarifikasi dormansi pada biji dapat dipatahkan sehingga dapat dilalui oleh air dan udara.Dengan perlakuan aquadest dormansi pada biji juga dapat dipatahkan melalui proses imbibisi dan aerasi karena biji saga dan biji flamboyant termasuk biji yang membutuhkan suhu rendah sesuai dengan literature bahwa dormansi karena kebutuhan biji akan suhu dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
G. KESIMPULAN
1. Dormansi pada biji saga dan biji flamboyant dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanik berupa pengikiran sehingga biji tersebut dapat berkecambah.
2. Dormansi pada biji saga dengan perlakuan fisik mempercepat pematahan dormansi.
3. Perendaman biji dengan air destilat dan air panas tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga maupun hari keenam.
4. Perendaman dengan air yang baru mendidih atau dengan kejutan suhu harus disesuaikan dengan jenis biji agar tidak terjadi kerusakan pada embrio.
5. Penggunaan larutan HCl 5% pada biji daga dan biji flamboyant tidak berkecambah sama sekali baik pada hari ketiga dan keenam.
6. Biji saga dan biji flamboyant yang tidak berkecambah rata-rata ditumbuhi oleh jamur yang dapat juga berperan sebagai penghambat terjadinya dormansi pada biji.
H.DAFTAR PUSTAKA
Champbell,R.M.2000. BIOLOGI JILID 2-Edisi Kelima. Penerbit Erlangga.jakarta.
Harjadi, S. S. 1986. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB Bandung, Bandung
Kuswanto, H.1996. Teknologi, Produksi, danSkarifikasi benih. (www.kompas.com). Diakses tanggal 26 November 2007.
Siregar, H.M. dan N.W. Utami. 1994. Perkecambahan biji kenari babi (Canarium decumanum Gaertn). Buletin Kebun Raya Indonesia 8 (1): 25-29
Soetopo, L., Ainurrasyid, dan Sesanti B. 1989. Pengaruh kualitas benih terhadap pertumbuhan dan produksi lombok besar (Capsicum annum L.). Agrivita 12 (1): 34-37
Wawo, A.H. 1981. Lamtoro sebagai pupuk hjau. Buletin Kebun Raya Indonesia 5 (2): 33-36
Anonim, 2010, Dormansi Biji dan Benih, http:// gosipsoup.blogspot.com/, diakses pada tanggal 24 Agustus 2010 pukul 11 :00
Model Pembelajaran Jigsaw
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran biologi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Peningkatakn mutu pendidikan di Indonesia tidak cukup dengan pembenahan dibidang kurikulum saja, tetapi harus diikuti dengan peningkatan mutu guru dijenajng tingkat dasar dan menengah. Untuk itu dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan ketidak pastian, dibutuhkan guru yang visioner dan mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif dan inovatif. Diperlukan perubahan strategi dan model pembelajarna yang sedemikian rupa yang dapat memberikan manusia yang menyenangkan bagi guru dan peserta didik.
Dimasa lalu, dan mungkin sekarang suasana lingkungan belajar seirng dipersipakan sebgai suatu lingkungan yang menyiksa, membosankan, kurang merangsang dan berlangsung secara monoton sehingga anak-anak belajar secara terpaksa dan kurang bergairah. Di lain pihak para guru juga berada dalam suasana lingkungan yang kurang menyenangkan dan sering kali terjebak dalam rutinitas sehari-hari, oleh karena itu diperlukan perubahan paradigman (pola pikir) guru, dari pola pikir tradisional menuju pola pikir professional. Apalagi lahirnya undang-undang guru dan dosen menuntut sosok guru dan berkualifikasi, berkompetensi dan bersertifikasi.
Menurut Surya (2005) guru professional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode.
Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun karya ilmiah dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Learning Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran Biologi”.
Berdasarkan latar belakang diatas, hal-hal yang akan dibahas pada karya ilmiah ini adalah:
1. Mengapa Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw perlu dilaksanakan dalam mata pelajaran biologi?
2. Bagaimana pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw dalam mata pelajaran biologi?
3. Apa kelebihan dan kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw dalam mata pelajaran biologi?
Dari permasalahan-permasalahan diatas, maka tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan pentingnya Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw dalam mata pelajaran biologi.
2. Untuk menjelaskan mengenai pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw dalam mata pelajaran biologi.
3. Untuk menjelaskan kelebihan dan kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw dalam mata pelajaran biologi.
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi siswa
Karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, meningkatkan keaktifan siswa, mengembangkan jiwa kerja sama saling menguntungkan, menghargai satu sama lain, membangun kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah-masalah biologi serta sebagai metode yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Bagi penulis
Karya ilmiah ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman.
c. Bagi guru
Karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pembelajaran dikelas
B. Pembahasan
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
Model pembelajaran Kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Kooperatif Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Kooperatif Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Kooperatif, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1. Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
Dengan saling membutuhkan antar sesama, maka mereka saling ketergantungan satu sama lain, saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui ; (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan; (2) saling ketergantungan dalam menyelesaikan pekerjaan (3) ketergantungan bahan atau sumber untuk menyelesaikan pekerjaan; (4) saling ketergantungan peran.
2. Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap muka.
Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini
Tabel Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
C. Perbedaan Pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran tradisional
Dalam pembelajaran tradisional juga dikenal belajar kelompok. Meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan prinsipil antara kelompok belajar koopcratif dengan kelompok belajar tradi¬sional. Abdurrahman dan Bintaro, (2000) dalam Nurhadi (2003), mengemukakan beberapa perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional sebagai berikut.
Perbedaan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran tradisional
Kelompok Belajar Kooperalif Kelompok Belajar Tradisional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi
promotif Guru sering membiarkan adanya siswa yang mend ominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan batik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oieh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya jenak-enak saja" di atas keberhasilan temannya yang dianggap "pemborong".
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan Kelompok belajar biasanya homogen
Ketua kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Ketua kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih ketuanya dengan cara masing¬ masing
Keterampilan sosial yang diperiukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan kemampuan berkomunikasi, mempercayat orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antaranggota kelompok Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung
Guru memerhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar Guru sering tidak memerhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok¬ kelompok belajar
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas, tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antarpribadi yang saling menghargai) Penekanan sering hanya pada penyele¬ saian tugas
D. Pentingnya Pembelajaran Kooperatif
Hasil penelitian melalui metode meta-analisis yang dila¬kukan oleh Johnson dan Johnson (1984) dalam Nurhadi (2003) menunjukkan adanya berbagai keunggulan pcmbelajaran koo= peratif, yakni:
1. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian'sosial;
2. Mengembangkan kegcmbiraan bclajar yang sejati;
3. Memungkinkan para siswa saling bclajar mcngcnai sikap keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan;
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen;
5. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial;
6. Menghilangkan sifat memer.tingkan diri sendiri atau egois dan egosentris;
7. Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan;
8. Dapat menjadi acuan bagi perkembanbdn kepribadian yang sehat dan terintegrasi;
9. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa;
10. Mencegah timbulnya gangguan kejiwaan;
11. Mencegah teriadinya kenakalan di masa remaja;
12. Menimbulkan perilaku rasional di masa remaja;
13. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk meme¬lihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktikkan;
14. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia;
15. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif;
16. Meningkatkan perasaan penuh makna mengenai arah dan tujuan hidup;
17. Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri;
18. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik;
19. Meningkatkan motivasi belajar;
20. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang per¬bedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas;
21. Mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan saling menjaga perasaan;
22. Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar;
23. Meningkatkan keterampilan hidup bergotong-royong;
24. Meningkatkan kesehatan psikologis;
25. Meningkatkan sikap tenggang rasa;
26. Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif;
27. Memungkinkan siswa mampu mengubah pandangan klise dan stereotif menjadi pandangan yang dinamis dan realistis;
28. Meningkatkaan rasa harga diri (self esteem) dan penerimaan diri (self acceptance);
29. Memberikan harapan yang lebih besar bagi terbentuknya manusia dewasa yang mampu menjalin hubungan positif dengan sesamanya, baik di tempat kerja maupun di masya¬rakat;
30. Meningkatkan hubungan positif antara siswa dengan guru dan personel sekolah;
31. Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya sebagai penunjang keberhasilan akademik, tetapi juga perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi;
32. Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya pengajar, tetapi juga pendidik.
Menciptakan suasana belajar kooperatif bukan suatu peker¬jaan mudah, tetapi diperlukan pemahaman filosofis dan keilmuan
E. Peran Guru dalam pembelajaran kooperatif
Peranan guru dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.
a. Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pem¬belajaran, yakni tujuan akademik (academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaborative skill objec¬tives). Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, memercayai orang lain, mena hargai, dan manajemen konflik.
b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar.
c. Menentukan tempat duduk siswa.
d. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Ada tiga macam cara untuk meningkatkan saling ketergantungan positif, yaitu (a) saling ketergantungan bahan (tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok harus bekerja sama untuk rnempelajarinya); (b) saling ketergantungan informasi; (c) saling ketergantungan menghadapi kelornpok lain (bahan ajar disusun dalam suatu bentuk pertandingan antarkelornpok yang memiliki kekuatan seimbang sebagai dasar untuk menentukan saline, ketergantungan positif antaranggota kelompok). Keseim¬bangan kekuatan antarkelompok penting dalam rangka meningkatkan motivasi belajar.
e. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergan¬tungan positif. Saline ketergantungan puisii dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yang lainnya sebagai penyimpul, yang lainnya lagi sebagai penulis, yang lainnya lagi sebagai pemberi semangat, dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinnya kerja sama.
f. Menjelaskan tugas akademik.
g. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama.
h. Menyusun akuntabilitas individual.
i. Menyusun kerja sama antar kelompok.
j. Menjelaskan kriteria keberhasilan.
k. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan.
l. Memantau perilaku siswa.
m. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas.
n. Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama.
o. Menutup pelajaran.
p. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa.
q. Menilai kualitas kerja sarna antaranggota keiompok.
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997) :
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
• Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw
• Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
• Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
• Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
• Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
• Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Ada beberapa mamfaat yang diperoleh dari tekhnik jigsaw atanra lain :
- Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa baik terhadap teman maupun terhadap pekerjaan dan prestasi
- Guru bukan satu-satunya penyedia pengetahuan
- Cara yang efisien untuk belajar bagi siswa
- Meningkatkan rasa solidaritas antar siswa
- Dapat membangun keterampilan interpersonal dan interaksif, siswa
Ada beberapa keuntungan dari penerapan tekhnik jigsaw antara lain
- Guru mudah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar
- Dapat digunakan bersama dengan strategi pembelajarna yang lain
- Sangat efektif dan murah dalam pelaksanaanya
- Meningkatkan rasa percaya diri siswa
- Mengurangi setiap kompetisi dan meningkatkan kerjasama siswa
Selain keuntungan ada juga beberapa kerugian dalam pelaksanaan teknik jigsaw antra lain :
- Adanya siswa yang bersifat dominan
Oelh karena masing-masing kelompok jigsaw harus memiliki pemimpin yang bertanggung jawab dan bersikap adil sehingga partisipasi dapat terjalin merata diantara siswa.
- Adanya siswa yang lambat
Oleh karananya dalam kelompok ahli mereka diberi kesempatan untuk mendiskusikan hasil laporan mereka dan mengumpulkan saran dari kelompok lain untuk meningkatkan mutu laporan sesuai dengan yang dibutuhkan
- Siswa yang pintar mudah bosan.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai yang akan terbawa dan tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok secara bergotong royong (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup. Teknik pembelajaran Kooperatif dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Kooperatif. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Kooperatif ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Sampai saat ini pembelajaran Kooperatif terutama teknik Jigsaw belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Saran
Sudah saatnya para pengajar mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari dampaknya terhadap anak didik. Untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya dalam pembelajaran di sekolah, model pembelajaran Kooperatif perlu lebih sering digunakan karena suasana positif yang timbul akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah / guru. Selain itu, siswa akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Kunandar. 2007. Guru Profesional, Jakarta : Rajawali Press.
Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : Rosda.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Syaiful Sagala. 2006. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
http://cooperative learningteknik jigsaw.com
http://en.wikipedia.org/wiki/jigsw-(teaching-technique)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran biologi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Peningkatakn mutu pendidikan di Indonesia tidak cukup dengan pembenahan dibidang kurikulum saja, tetapi harus diikuti dengan peningkatan mutu guru dijenajng tingkat dasar dan menengah. Untuk itu dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan ketidak pastian, dibutuhkan guru yang visioner dan mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif dan inovatif. Diperlukan perubahan strategi dan model pembelajarna yang sedemikian rupa yang dapat memberikan manusia yang menyenangkan bagi guru dan peserta didik.
Dimasa lalu, dan mungkin sekarang suasana lingkungan belajar seirng dipersipakan sebgai suatu lingkungan yang menyiksa, membosankan, kurang merangsang dan berlangsung secara monoton sehingga anak-anak belajar secara terpaksa dan kurang bergairah. Di lain pihak para guru juga berada dalam suasana lingkungan yang kurang menyenangkan dan sering kali terjebak dalam rutinitas sehari-hari, oleh karena itu diperlukan perubahan paradigman (pola pikir) guru, dari pola pikir tradisional menuju pola pikir professional. Apalagi lahirnya undang-undang guru dan dosen menuntut sosok guru dan berkualifikasi, berkompetensi dan bersertifikasi.
Menurut Surya (2005) guru professional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode.
Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun karya ilmiah dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Learning Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran Biologi”.
Berdasarkan latar belakang diatas, hal-hal yang akan dibahas pada karya ilmiah ini adalah:
1. Mengapa Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw perlu dilaksanakan dalam mata pelajaran biologi?
2. Bagaimana pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw dalam mata pelajaran biologi?
3. Apa kelebihan dan kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw dalam mata pelajaran biologi?
Dari permasalahan-permasalahan diatas, maka tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan pentingnya Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw dalam mata pelajaran biologi.
2. Untuk menjelaskan mengenai pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw dalam mata pelajaran biologi.
3. Untuk menjelaskan kelebihan dan kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe jigsaw dalam mata pelajaran biologi.
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi siswa
Karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, meningkatkan keaktifan siswa, mengembangkan jiwa kerja sama saling menguntungkan, menghargai satu sama lain, membangun kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah-masalah biologi serta sebagai metode yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Bagi penulis
Karya ilmiah ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman.
c. Bagi guru
Karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pembelajaran dikelas
B. Pembahasan
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
Model pembelajaran Kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Kooperatif Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Kooperatif Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Kooperatif, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1. Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
Dengan saling membutuhkan antar sesama, maka mereka saling ketergantungan satu sama lain, saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui ; (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan; (2) saling ketergantungan dalam menyelesaikan pekerjaan (3) ketergantungan bahan atau sumber untuk menyelesaikan pekerjaan; (4) saling ketergantungan peran.
2. Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap muka.
Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini
Tabel Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
C. Perbedaan Pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran tradisional
Dalam pembelajaran tradisional juga dikenal belajar kelompok. Meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan prinsipil antara kelompok belajar koopcratif dengan kelompok belajar tradi¬sional. Abdurrahman dan Bintaro, (2000) dalam Nurhadi (2003), mengemukakan beberapa perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional sebagai berikut.
Perbedaan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran tradisional
Kelompok Belajar Kooperalif Kelompok Belajar Tradisional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi
promotif Guru sering membiarkan adanya siswa yang mend ominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan batik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oieh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya jenak-enak saja" di atas keberhasilan temannya yang dianggap "pemborong".
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan Kelompok belajar biasanya homogen
Ketua kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Ketua kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih ketuanya dengan cara masing¬ masing
Keterampilan sosial yang diperiukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan kemampuan berkomunikasi, mempercayat orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antaranggota kelompok Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung
Guru memerhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar Guru sering tidak memerhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok¬ kelompok belajar
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas, tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antarpribadi yang saling menghargai) Penekanan sering hanya pada penyele¬ saian tugas
D. Pentingnya Pembelajaran Kooperatif
Hasil penelitian melalui metode meta-analisis yang dila¬kukan oleh Johnson dan Johnson (1984) dalam Nurhadi (2003) menunjukkan adanya berbagai keunggulan pcmbelajaran koo= peratif, yakni:
1. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian'sosial;
2. Mengembangkan kegcmbiraan bclajar yang sejati;
3. Memungkinkan para siswa saling bclajar mcngcnai sikap keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan;
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen;
5. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial;
6. Menghilangkan sifat memer.tingkan diri sendiri atau egois dan egosentris;
7. Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan;
8. Dapat menjadi acuan bagi perkembanbdn kepribadian yang sehat dan terintegrasi;
9. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa;
10. Mencegah timbulnya gangguan kejiwaan;
11. Mencegah teriadinya kenakalan di masa remaja;
12. Menimbulkan perilaku rasional di masa remaja;
13. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk meme¬lihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktikkan;
14. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia;
15. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif;
16. Meningkatkan perasaan penuh makna mengenai arah dan tujuan hidup;
17. Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri;
18. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik;
19. Meningkatkan motivasi belajar;
20. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang per¬bedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas;
21. Mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan saling menjaga perasaan;
22. Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar;
23. Meningkatkan keterampilan hidup bergotong-royong;
24. Meningkatkan kesehatan psikologis;
25. Meningkatkan sikap tenggang rasa;
26. Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif;
27. Memungkinkan siswa mampu mengubah pandangan klise dan stereotif menjadi pandangan yang dinamis dan realistis;
28. Meningkatkaan rasa harga diri (self esteem) dan penerimaan diri (self acceptance);
29. Memberikan harapan yang lebih besar bagi terbentuknya manusia dewasa yang mampu menjalin hubungan positif dengan sesamanya, baik di tempat kerja maupun di masya¬rakat;
30. Meningkatkan hubungan positif antara siswa dengan guru dan personel sekolah;
31. Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya sebagai penunjang keberhasilan akademik, tetapi juga perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi;
32. Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya pengajar, tetapi juga pendidik.
Menciptakan suasana belajar kooperatif bukan suatu peker¬jaan mudah, tetapi diperlukan pemahaman filosofis dan keilmuan
E. Peran Guru dalam pembelajaran kooperatif
Peranan guru dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.
a. Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pem¬belajaran, yakni tujuan akademik (academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaborative skill objec¬tives). Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, memercayai orang lain, mena hargai, dan manajemen konflik.
b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar.
c. Menentukan tempat duduk siswa.
d. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Ada tiga macam cara untuk meningkatkan saling ketergantungan positif, yaitu (a) saling ketergantungan bahan (tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok harus bekerja sama untuk rnempelajarinya); (b) saling ketergantungan informasi; (c) saling ketergantungan menghadapi kelornpok lain (bahan ajar disusun dalam suatu bentuk pertandingan antarkelornpok yang memiliki kekuatan seimbang sebagai dasar untuk menentukan saline, ketergantungan positif antaranggota kelompok). Keseim¬bangan kekuatan antarkelompok penting dalam rangka meningkatkan motivasi belajar.
e. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergan¬tungan positif. Saline ketergantungan puisii dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yang lainnya sebagai penyimpul, yang lainnya lagi sebagai penulis, yang lainnya lagi sebagai pemberi semangat, dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinnya kerja sama.
f. Menjelaskan tugas akademik.
g. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama.
h. Menyusun akuntabilitas individual.
i. Menyusun kerja sama antar kelompok.
j. Menjelaskan kriteria keberhasilan.
k. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan.
l. Memantau perilaku siswa.
m. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas.
n. Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama.
o. Menutup pelajaran.
p. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa.
q. Menilai kualitas kerja sarna antaranggota keiompok.
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997) :
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
• Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw
• Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
• Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
• Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
• Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
• Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Ada beberapa mamfaat yang diperoleh dari tekhnik jigsaw atanra lain :
- Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa baik terhadap teman maupun terhadap pekerjaan dan prestasi
- Guru bukan satu-satunya penyedia pengetahuan
- Cara yang efisien untuk belajar bagi siswa
- Meningkatkan rasa solidaritas antar siswa
- Dapat membangun keterampilan interpersonal dan interaksif, siswa
Ada beberapa keuntungan dari penerapan tekhnik jigsaw antara lain
- Guru mudah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar
- Dapat digunakan bersama dengan strategi pembelajarna yang lain
- Sangat efektif dan murah dalam pelaksanaanya
- Meningkatkan rasa percaya diri siswa
- Mengurangi setiap kompetisi dan meningkatkan kerjasama siswa
Selain keuntungan ada juga beberapa kerugian dalam pelaksanaan teknik jigsaw antra lain :
- Adanya siswa yang bersifat dominan
Oelh karena masing-masing kelompok jigsaw harus memiliki pemimpin yang bertanggung jawab dan bersikap adil sehingga partisipasi dapat terjalin merata diantara siswa.
- Adanya siswa yang lambat
Oleh karananya dalam kelompok ahli mereka diberi kesempatan untuk mendiskusikan hasil laporan mereka dan mengumpulkan saran dari kelompok lain untuk meningkatkan mutu laporan sesuai dengan yang dibutuhkan
- Siswa yang pintar mudah bosan.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai yang akan terbawa dan tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok secara bergotong royong (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup. Teknik pembelajaran Kooperatif dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Kooperatif. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Kooperatif ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Sampai saat ini pembelajaran Kooperatif terutama teknik Jigsaw belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Saran
Sudah saatnya para pengajar mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari dampaknya terhadap anak didik. Untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya dalam pembelajaran di sekolah, model pembelajaran Kooperatif perlu lebih sering digunakan karena suasana positif yang timbul akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah / guru. Selain itu, siswa akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Kunandar. 2007. Guru Profesional, Jakarta : Rajawali Press.
Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : Rosda.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Syaiful Sagala. 2006. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
http://cooperative learningteknik jigsaw.com
http://en.wikipedia.org/wiki/jigsw-(teaching-technique)
Langganan:
Postingan (Atom)